Komisi Energi (Komisi VII) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat kerja dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan SKK Migas, Senin (19/9) lalu. Rapat yang membahas cost recovery atau penggantian biaya operasional untuk industri hulu minyak dan gas bumi ini turut dihadiri para petinggi perusahaan migas multinasional yang beroperasi di Indonesia. Yang menarik, rapat itu berlangsung tertutup hingga larut malam di sebuah hotel mewah.

Rapat yang dimulai pukul 13.00 WIB, Senin siang itu, memang berlangsung di Hotel Fairmont, sebuah hotel bintang lima di Jalan Asia Afrika, Jakarta Selatan yang hanya berjarak ratusan meter dari Gedung DPR/MPR. Alhasil, rapat itu berlangsung tertutup dan tidak bisa diliput oleh para wartawan.

Advertisement

Berdasarkan informasi yang diperoleh Katadata, rapat itu dihadiri oleh Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja dan Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi. Selain itu, turut hadir para chief executive officer (CEO) dari 10 kontraktor migas yang kontribusi produksinya paling besar. Antara lain ExxonMobil Indonesia, Chevron Indonesia, Total E&P Indonesie, CNOOC, VICO, dan PT Pertamina (Persero).

(Baca: Berkontrak dengan Huabei, Perusahaan Migas Tak Dapat Cost Recovery)

Agenda resmi rapat tersebut adalah pembahasan cost recovery tahun anggaran 2016 dan rencana tahun 2017. Wiratmaja menjelaskan, rapat itu memang membahas upaya efisiensi cost recovery. Alhasil, rapat itu berlangsung lama hingga tengah malam dan baru rampung sekitar pukul 01.00 WIB, Selasa dini hari (20/9).

"Jangankan sampai jam 1 (dini hari), sampai berhari-hari itu (pembahasan cost recovery),” ujar Wiratmaja kepada Katadata.

Ia berharap, para kontraktor migas tidak kapok mengikuti proses politik seperti rapat dengan DPR tersebut. ”Kami inginnya Indonesia ini makin atraktif,” katanya.

Rapat itu sebenarnya sempat diskors pukul 18.45 WIB, namun berlanjut lagi sekitar pukul 19.00 WIB hingga pukul 01.00 WIB dini hari. Berdasarkan informasi yang diperoleh Katadata, hal ini sempat dikeluhkan oleh beberapa perusahaan migas. “Masak disuruh ikut (rapat) sampai tengah malam,” ujarnya.  

Apalagi, beberapa anggota DPR yang baru datang pada sore hari, kemudian menanyakan hal yang sudah ditanyakan oleh anggota lain sebelumnya. Selain itu, para pemimpin perusahaan migas sebenarnya bersikap pasif dan lebih banyak mendengarkan pembahasan rapat yang didominasi oleh pemerintah bersama SKK Migas dan DPR.

“Beberapa soal teknis kalau ditanyakan, baru mereka (pemimpin perusahaan migas) jawab,” ujar sumber tersebut. 

“Mereka (anggota DPR) bertanya (ke perusahaan migas), kenapa biaya sosialisasi ke publik masuk cost recovery dan tidak ditanggung kontraktor."

Namun, anggota DPR Inas Nasrulllah Zubir yang menghadiri rapat tertutup tersebut, menyatakan, Komisi VII selama ini mendapatkan angka cost recovery dari SKK Migas. Namun, penjelasannya selalu tidak lengkap.

Di sisi lain, SKK Migas selama ini percaya begitu saja tanpa mampu mengkritisi biaya yang disodorkan oleh para Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) migas. Biaya itu antara lain biaya untuk limbah per ton, dan biaya komunikasi. Padahal, rasio komponen dua biaya tersebut cukup besar terhadap nilai cost recovery.

(Baca: BPK Temukan Penyimpangan Cost Recovery ConocoPhillips dan Total)

Karena itulah, Komisi VII meminta para kontraktor migas turut hadir dalam rapat tersebut. Tujuannya agar mereka dapat menjelaskan secara detail dan menghitung ulang cost recovery sesuai standardsasi yang akan segera disusun oleh SKK Migas. “Tujuannya adalah memgoptimalkan entitlement negara,” ujar Inas kepada Katadata.

Menurut dia, upaya tersebut sesuai dengan arahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Cost recovery yang diputuskan di Komisi VII harus akuntabel dan tidak bisa lagi diubah oleh Badan Anggaran seperti yang lalu-lalu,” kata Inas.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement