Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mencopot Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto dan Wakil Direktur Utama Ahmad Bambang, seakan menegaskan masalah 'matahari kembar' yang melanda korporasi terbesar di Indonesia ini dalam beberapa bulan terakhir. Pemilihan bos baru Pertamina pun diwarnai tarik menarik antarkubu sehingga sampai sekarang tidak mencapai titik temu.
Munculnya 'matahari kembar' di Pertamina berhulu dari usulan Dewan Komisaris untuk mengubah struktur dan menambah anggota direksi perusahaan tersebut pada Agustus tahun lalu. Ada penambahan dua direksi, yaitu Wakil Direktur Utama- Hilir dan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia.
(Baca: Buntut 'Matahari Kembar', Dirut dan Wakil Dirut Pertamina Dicopot)
Wakil Direktur Utama akan bertindak selaku Chief Operating Officer (COO) pada sektor hilir dan energi baru dan terbarukan. Pertimbangannya, bisnis Pertamina semakin menggurita dan menangani banyak proyek kilang minyak sehingga dinilai tidak cukup hanya berpusat di tangan direktur utama.
Dua bulan berselang, usulan tersebut disetujui Menteri BUMN. Padahal, usulan itu tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari Dwi Soetjipto. Penunjukan Ahmad Bambang sebagai wakil dirut juga disebut-sebut karena kedekatannya dengan Menteri Rini.
(Baca: Bisnis Menggurita, Komisaris Pertamina Usulkan Posisi Wakil Dirut)
Dalam perjalanannya, keputusan itu malah membelah Pertamina dan memunculkan 'matahari kembar'. Hal ini setidaknya diakui secara tidak langsung oleh Komisaris Utama Pertamina Tanri Abeng. Ia mengungkapkan, ada dua alasan mencopot Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang.
Pertama, keduanya dinilai lamban dalam bekerja. Salah satu contohnya, memutuskan posisi strategis yang kosong di perusahaan. Padahal, terdapat sekitar 20 posisi strategis di dalam jajaran Pertamina yang seharusnya sudah diganti dan diisi oleh pejabat baru.
"Pemilihan Pertagas (Direktur Utama) pun terlambat, bahkan banyak posisi yang masih kosong," kata Tanri saat konferensi pers usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pertamina di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (3/2) siang. Sekadar informasi, Pertamina baru menunjuk Toto Nugroho sebagai Direktur Utama Pertagas pada Rabu lalu (1/2) setelah kosong selama hampir lima bulan.
(Baca: Menteri Rini Setuju Penambahan Posisi Wakil Dirut Pertamina)
Alasan kedua, masalah koordinasi yang tidak harmonis. Hal ini terlihat dari impor solar sebanyak 1,2 juta barel berjangka waktu enam bulan untuk mengatasi kekurangan pasokan dari kilang Balikpapan. Keputusan pada akhir tahun lalu itu diambil Ahmad Bambang tanpa persetujuan Dwi Soetjipto. Alasannya, Dwi masih berada di luar kota.
(Baca: Dianggap Biang Masalah, Posisi Wakil Dirut Pertamina Dihapuskan)