Mencuri Kejernihan di Masela

No image
Oleh
10 Februari 2016, 07:30
No image
Donang Wahyu|KATADATA

KATADATA - Di tengah silang-sengkarut isu Blok Masela, perlu rasanya kita meminjam istilah “Mencuri Kejernihan”, yang pernah dipopulerkan pemandu talkshow kondang Wimar Witoelar. Saking peliknya, rapat terbatas kabinet pada 1 Februari lalu tak berhasil melahirkan keputusan.

Perbedaan pendapat rupanya cukup tajam dalam pemilihan opsi terbaik untuk pengembangan Blok Masela. Menko Maritim Rizal Ramli bahkan sempat cekcok (lagi) dengan Menteri ESDM Sudirman Said lantaran soal ini.

Sudirman yang didukung oleh Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi, sepakat dengan usulan kontraktor Inpex dan Shell bahwa pengolahan gas alam cair yang menggunakan kapal terapung (Floating LNG) merupakan opsi terbaik.

Rizal sebaliknya. Konsep kilang darat (Onshore LNG) dengan mengalirkan gas ke pulau Tanimbar atau Aru lah yang dianggapnya paling cocok. Alasannya, ada efek berganda bagi masyarakat Maluku, seperti pengembangan industri petrokimia.

Berbagai kajian telah dihasilkan. Yang terakhir, laporan Poten & Partners. Konsultan asal Inggris dengan rekam jejak lebih dari 75 tahun ini ditunjuk SKK Migas untuk melakukan studi independen. Pemerintah belum membuka laporan ini. Namun, dari sejumlah informasi yang diperoleh penulis, kesimpulan Poten menguatkan opsi terapung.

Ada sejumlah aspek yang membuat opsi LNG Laut lebih meyakinkan . Pertama, aspek finansial. Menurut Inpex dan perhitungan lainnya, dengan opsi terapung negara bisa meraup pendapatan $52-57 miliar. Sedangkan LNG Darat hanya $43-48 miliar. Terpaut $9 miliar (hampir Rp 120 triliun) untuk rentang produksi 22-24 tahun.

Perbedaan ini disebabkan oleh belanja modal dan operasional yang lebih tinggi pada LNG Darat. Menurut Inpex, belanja modal LNG Laut hanya $14,8 miliar. Sementara LNG Darat, yang mengharuskan pembuatan pipa 200 km ke Tanimbar, mencapai $19,3 miliar. Apalagi jika ditarik hingga Aru yang berjarak 600 km, biaya melesat menjadi $22,3 miliar.

Mahalnya biaya LNG Darat, dipicu oleh tingginya tingkat kesulitan pengelolaan Blok Masela. Selain terletak di laut dalam dan area terpencil, komposisi gasnya mengandung lilin dan berkadar CO2 tinggi. Itu sebabnya, tetap diperlukan fasilitas lepas pantai atau floating production storage offloading (FPSO).

Ini membuat selisih belanja modal LNG Laut dan Darat cukup lebar, yakni $4,5-7,5 miliar atau Rp 60-100 triliun! Dampaknya, beban cost recovery alias penggantian biaya eksplorasi kepada pihak kontraktor bakal membengkak. Padahal, jika tak ada tambahan biaya itu, 60 persen dana tersebut akan menjadi jatah penerimaan negara.

Meski begitu, kalkulasi tim Kantor Staf Presiden yang diperoleh Katadata punya angka berbeda, bahkan berkebalikan dengan versi Inpex. Menurut kajian KSP, belanja modal LNG Laut justru lebih mahal, yakni $ 18,2 miliar, sedangkan LNG Darat hanya $12,9 miliar.

Halaman:
No image

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...