- Penunjukan para loyalis sebagai menteri dan wakil menteri menandai konsolidasi kekuasaan di akhir masa pemerintahan Jokowi.
- Beberapa loyalis Jokowi terlihat “bermanuver” ke koalisi pendukung Prabowo dalam Pilpres 2024.
- Walaupun jatah kursi politiknya berkurang, Partai NasDem tetap berkomitmen mendukung pemerintahan Jokowi hingga selesai.
Menjelang akhir masa pemerintahan, Presiden Joko Widodo nampak tak mau kehilangan massa pendukung. Terbukti pada Senin, (17/7) ia menunjuk dua loyalis masuk dalam jajaran kabinet demi memperkuat konsolidasi politik.
Perombakan (reshuffle) kabinet ini berimbas penurunan kursi menteri untuk Partai Nasional Demokrat (NasDem).
Presiden Jokowi mempromosikan Budi Arie Setiadi masuk menduduki posisi Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Sebelumnya, Budi mengemban amanah sebagai Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi sejak Oktober 2019.
Selain melantik Budi, Presiden Jokowi juga menambahkan kursi Wakil Menteri Kominfo yang diisi oleh eks aktivis dan wartawan Nezar Patria. Kursi wakil menteri milik Budi kemudian digantikan oleh Paiman Raharjo.
Jika ditarik benang merah ke belakang, Paiman dan Budi sama-sama pernah memimpin kelompok sukarelawan pendukung Jokowi dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 2014 dan 2019 lalu. Budi mendirikan kelompok sukarelawan yang disebut Projo pada 2014. Sementara Paiman merupakan Ketua Umum Relawan Sedulur Jokowi, yang berdiri sejak 2019.
Menurut Nicky Fahrizal, peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), penunjukan loyalis Jokowi sebagai menteri dan wakil menteri menandai konsolidasi kekuasaan di akhir masa pemerintahan Jokowi.
“Secara rasional, ini untuk mengejar program pemerintah. Lalu secara politis, (untuk) menyolidkan barisan (pendukung) agar pemerintahan tetap stabil, dan keputusan yang diambil tetap memiliki dampak,” kata peneliti dari Departemen Politik dan Perubahan Sosial itu pada Kamis, (20/7).
Perombakan kabinet kali ini merupakan yang ke-8 sejak Jokowi memimpin pada 2014. Pada periode pertama menjabat, Kabinet Kerja buatan Jokowi mengalami empat kali perombakan dalam periode 2014-2019. Sementara periode kedua Jokowi menjabat, Kabinet Indonesia Maju juga menghadapi empat perombakan sejak 2019.
Kabinet sebagai Basis Dukungan Menjelang Pilpres
Utak-atik kursi kabinet kali ini terjadi sesaat sebelum Pilpres 2024 digelar. Sejauh ini, terdapat tiga bakal calon presiden yang telah mengantongi dukungan partai politik yang cukup, yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang tengah berkuasa mengusung Gubernur Jawa Tengah Ganjar sebagai calon presiden. Koalisi partai politik yang dipimpin Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) berencana mengusung Menteri Pertahanan Prabowo. Eks Gubernur DKI Jakarta Anies juga akan maju berbekal dukungan koalisi partai politik pimpinan Partai NasDem.
Bak berdiri di atas dua kaki, Jokowi sebelumnya menyatakan dukungan ke Ganjar, rekan satu partai di PDIP. Namun mantan Walikota Surakarta, Jawa Tengah, itu juga menunjukkan tanda-tanda mendukung Prabowo.
“Kelihatannya setelah ini jatahnya Pak Prabowo,” celetuk Jokowi di acara peringatan ulang tahun Partai Persatuan Indonesia (Perindo) pada November 2022, menandai dukungan kepada mantan rivalnya itu.
Perpecahan dukungan ini bukan cuma nampak di jajaran puncak, bahkan beberapa loyalis Jokowi terlihat “bermanuver” ke koalisi pendukung Prabowo dalam Pilpres 2024. Nicky melanjutkan, mereka dapat menjadi jembatan bagi Jokowi untuk memberi pengaruh ke kubu Prabowo.
“Menurut pengamatan saya, akan ada persaingan antara loyalis Jokowi non-PDIP dan loyalis Jokowi dari PDIP di dalam kabinet,” kata Nicky.
Salah satu kelompok relawan Presiden Jokowi yang berpaling ke Prabowo adalah Jokowi Mania (Joman). Kelompok relawan yang berdiri pada 2019 ini menyatakan dukungan ke Prabowo pada Februari 2023. Joman mendukung Prabowo karena purnawirawan Letnan Jenderal Tentara Indonesia (TNI) itu memiliki cukup modal sosial, dianggap sebagai sosok tegas, dan loyal terhadap pemerintahan Jokowi.
Sementara Projo menjadi suara relawan yang berseberangan. Menurut sekretaris jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, Projo di Jawa Barat telah menyatakan dukungan kepada Ganjar.
“Dukungan ini belum final, apalagi nanti ujung-ujungnya (adalah) pada siapa yang dicoblos. Itu masih 14 Februari 2024,” kata Hasto di Jakarta Pusat pada Senin (17/7).
Meski tujuan politik dari pecah dukungan ini sudah sangat telihat jelas, namun secara normatif Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhamad Mardiono, menyatakan perombakan kabinet merupakan upaya meneruskan program-program pemerintah, bukan alat konsolidasi politik.
PPP merupakan bagian koalisi partai politik yang mengusung Ganjar sebagai calon presiden. Sebelumnya, partai berlambang kabah itu tergabung ke dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KBI) bersama Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Selama bergabung dalam koalisi, KIB belum menentukan tokoh yang bakal didukung sebagai capres dan cawapres.
“Saya yakin bahwa kepentingan sempit semacam itu (konsolidasi politik) tidak akan ada yang melekat pada pikiran Pak Jokowi,” kata Mardiono di Jakarta Pusat, Senin (17/7). “Yang diletakkan di jabatan-jabatan itu semata-mata untuk kepentingan bangsa dan negara."
Pengurangan Kursi Menteri untuk NasDem
Presiden Jokowi melantik Budi Arie Setiadi sebagai Menkominfo menggantikan Johnny Plate pasca politisi Partai NasDem itu menjadi tersangka kasus korupsi. Johnny menjadi menteri ke-5 dalam kabinet Jokowi yang terlibat pidana kasus korupsi.
Pencopotan Johnny terjadi menyusul penangkapannya pada Mei 2023. Ia terlibat kasus korupsi proyek menara telekomunikasi atau BTS antara 2020-2022. Kasus ini diperkirakan merugikan negara hingga Rp 8 triliun.
Budi diminta Jokowi menyelesaikan proyek BTS yang terhambat. Menurut Jokowi, pembangunan BTS penting untuk mendukung komunikasi dan digitalisasi di daerah terdepan, tertinggal, dan terluar.
“Presiden sudah menyampaikan BTS tetap lanjut. Artinya, bandwidth untuk masyarakat harus kita pastikan,” kata Budi merespon perintah tersebut, Senin (17/7).
Di sisi lain pengangkatan Budi, pemberhentian Johnny dari Menkominfo mengurangi kursi menteri untuk Partai NasDem. Di awal pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu, NasDem mendapat jatah 3 kursi menteri. Kini jatah tersebut hanya diisi oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar.
Jatah menteri Partai NasDem saat ini sama dengan PPP, yakni dua kursi. PDIP memiliki jumlah kursi menteri terbanyak, yakni lima. Kemudian disusul oleh Partai Golkar dengan empat menteri dan Partai Kebangkitan Bangsa dengan tiga menteri.
Walaupun jatah kursi politiknya berkurang, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengatakan, partainya tetap berkomitmen mendukung pemerintahan Presiden Jokowi hingga selesai. Dukungan Partai NasDem ke pemerintah, katanya, berdasar keselarasan gagasan.
“Partai NasDem bersikukuh (nilai-nilai) dari berkomitmen harus tetap terjaga. Pilihan boleh berbeda,” kata bos konglomerat media, Media Group itu di markas NasDem, Jakarta Pusat, Selasa, (18/7).
Menyusul pelantikan menteri dan wakil menteri baru, Jokowi dan Paloh bertemu hingga satu jam di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (17/7). Suasana pertemuan sangat cair dan harmonis, sementara obrolan kedua politisi ini terkait beragam bahasan, termasuk bakal calon wakil presiden yang akan diusung Partai NasDem untuk mendampingi Anies Baswedan.
Sementara itu, Anies menginterpretasikan pertemuan antara Jokowi dan Paloh sebagai hal yang “baik” dan “positif.” Namun, ia meminta masyarakat bersabar menunggu pengumuman bakal calon wakil presidennya.
“Kita membutuhkan lebih banyak lagi pertemuan yang menunjukkan bahwa pilihannya boleh beda, tapi dialognya jalan,” kata Anies di acara Indonesia Data and Economic (IDE) Conference, Jakarta Pusat, Kamis (20/7).