Kenapa Minyak Goreng Mahal? Ini Tiga Alasannya

Siti Nur Aeni
18 Maret 2022, 10:40
Ilustrasi, warga mengantre untuk mendapatkan minyak goreng kemasan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp14 ribu per liter saat Operasi Pasar Bulog. Ada beberapa faktor yang menjelaskan kenapa minyak goreng mahal, seperti tingginya harga CPO global dan ef
ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/aww.
Ilustrasi, warga mengantre untuk mendapatkan minyak goreng kemasan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp14 ribu per liter saat Operasi Pasar Bulog. Ada beberapa faktor yang menjelaskan kenapa minyak goreng mahal, seperti tingginya harga CPO global dan efek pandemi Covid-19.

Sudah beberapa bulan terakhir, harga minyak goreng di Indonesia melonjak tinggi. Kenaikan harga ini membuat banyak orang bertanya-tanya, sebenarnya kenapa minyak goreng mahal? Ternyata terdapat beberapa alasan yang menyebabkan harga minyak goreng meroket. Berikut penjelasannya.

Penyebab Minyak Goreng Mahal

1. Harga Minyak Nabati Dunia Meningkat

Salah satu penyebab harga minyak goreng meroket ternyata karena adanya kenaikan harga minyak nabati dunia. Berdasarkan keterangan di katadata.co.id, pada akhir Januari lalu Komisi VI DPR memanggil Menteri Perdagangan (Mendag) Muhamad Lutfi.

Advertisement

Di hadapan anggota Komisi VI DPR, Mendag menerangkan bahwa kenikan harga minyak goreng disebabkan oleh kenaikan harga crude palm oil (CPO). Hingga Januari 2022, harga rata-rata CPO dunia mencapai R13.244 per kilogram. Harga tersebut naik sekitar 77% dibandingkan Januari 2021.

Menurut data investing.com, harga CPO berada di level US$ 2.010 per ton pada Rabu, 9 Maret 2022 di Bursa Komoditas Rotterdam. Harga tersebut diketahui menanjak sekitar 10,14% dari penutupan sebelumnya yang hanya US$ 1.825 per ton.

Perang Rusia – Ukraina memunculkan kekhawatiran terjadinya kelangkaan minyak nabati dunia. Hal ini dikarenakan, Ukraina merupakan salah satu negara penghasil minyak nabati berbasis bunga matahari. Adanya perang dapat menganggu pasukan minyak bunga matahari di wilayah Eropa dan sekitarnya.

Jika pasokan minyak bunga matahari itu terganggu, maka turut mengganggu permintaan CPO global. Hal tersebut yang menyebabkan harga minyak sawit melonjak setelah invasi Rusia ke Ukraina.

2. Adanya Peningkatan CPO untuk Program Biodiesel

Program biodiesel adalah program pemerintah yang mewajibkan pencampuran CPO dalam bentuk Fatty Acid Methyl Ester (FAME), dengan bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar. Penerapan biodiesel diharapkan dapat mengurangi impor BBM dan bisa meningkatkan devisa negara.

Program biodiesel turut menyebabkan harga minyak goreng mahal, karena tahun ini konsumsi CPO untuk biodiesel akan ditingkatkan. Seperti diketahui, pemerintah mulai melakukan uji coba biodiesel dengan campuran 40% FAME atau B40 pada Februari 2022. Program B40 ini merupakan kelanjutan B30 yang sebelumnya telah berhasil dijalankan pemerintah.

Oleh karena itu, pemerintah meningkatkan angka kebutuhan biodiesel pada 2022 sebanyak 7,84% menjadi 10,15 juta kiloliter dari kebutuhan pada 2021 sejumlah 9,41 juta kiloliter. Pemenuhan keutuhan biodiesel pada tahun ini akan diemban oleh 22 badan usaha dengan kapasitas terpasang 15,49 juta kiloliter.

3. Dampak Pandemi Covid-19

Alasan kenapa minyak goreng mahal berikutnya adalah, karena adanya pandemi Covid-19. Situasi pandemi memang memberikan banyak dampak, tak hanya pada bidang kesehatan saja, namun juga bisa berdampak pada kondisi ekonomi termasuk kenaikan bahan pokok.

Dalam diskusi yang digelar Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) pada 3 Februari, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan mengatakan, pandemi Covid-19 turut mempengaruhi penurunan pasokan minyak sawit dunia, seiring dengan turunnya produksi di Malaysia sebagai salah satu penghasil sawit terbesar.

Oke Nurwan juga menyebutkan, pandemi Covid-19 turut menyebabkan gangguan logistik seperti berkurangnya jumlah kontainer dan kapal. Gangguan logistik ini pada akhirnya membuat harga minyak goreng naik.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, Indonesia sendiri tidak bisa mempengaruhi harga CPO, meski memasok setengah dari kebutuhan CPO global. Penyebabnya adalah, konsumsi CPO di dalam negeri yang hanya di kisaran 35%. Jika konsumsi CPO domestik belum mencapai 60%, maka harga sangat dipengaruhi oleh patokan internasional.

Halaman:
Editor: Agung
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement