Hari Kesehatan Mental Sedunia, Sejarah, Tema dan Signifikansinya
Tanggal 10 Oktober termasuk hari yang tergolong istimewa di dunia. Pasalnya, pada tanggal ini, setiap tahun seluruh dunia memperingati Hari Kesehatan Mental. Peringatan ini dicetuskan oleh salah satu lembaga kesehatan dunia, yang bernama World Federation of Mental Health (WFMH).
Melalui peringatan akan kesehatan mental ini, berbagai program dirancang untuk meningkatkan kesadaran masyarakat umum terkait masalah kesehatan mental, dan dampaknya terhadap mereka yang menderita, serta kehidupan keluarganya.
Persiapan untuk Hari Kesehatan Mental Sedunia dibuat berbulan-bulan sebelumnya. Bahkan, di beberapa negara, program yang disusun untuk menangani dan menghidupkan kesadaran masyarakat akan kesehatan mental, berlangsung selama beberapa hari, atau minggu.
Mengapa Hari Kesehatan Mental Sedunia tergolong penting. Ini karena, dalam beberapa tahun terakhir ada peningkatan pengakuan akan peran penting kesehatan mental dalam pencapaian tujuan pembangunan global.
Salah satu bukti nyatanya, adalah dimasukkannya kesehatan mental dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Sejarah Peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia
Mengutip National Today, sejak masalah kesehatan mental muncul di berbagai negara, WFMH memikirkan perlunya tindakan serius dalam skala global untuk menyelesaikan krisis tersebut.
Maka dari itu, peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia dicetuskan pada 1992, sebagai salah satu itikad baik WFMH yang dipimpin oleh wakil sekretaris jenderal saat itu, yang bernama Richard Hunter.
Tujuan utama peringatan ini, adalah mengadvokasi dan mensosialisasikan tentang kesehatan mental secara keseluruhan. Kampanye ini dimulai dari siaran televisi yang berlangsung selama dua jam di seluruh dunia saat tiga tahun pertama peresmiannya.
Siaran tersebut berisi penayangan pesan-pesan secara visual yang bersifat kemanusiaan untuk memberikan penjelasan betapa pentingnya menjaga kesehatan mental manusia. Hasil yang mereka harapkan pun terjadi.
Sebanyak 27 negara mengirimkan laporan umpan balik setelah adanya penayangan tersebut dan dibantu dengan kampanye nasional di Australia dan Inggris. Untuk melanjutkan momentum ini, anggota dewan WFMH di seluruh dunia pun mengatur rangkaian acara lain karena popularitasnya kian meningkat di antara departemen pemerintah, organisasi, dan warga sipil.
Mulai 1995 dan seterusnya, Pan American Health Organization (PAHO) mengatur penerjemahan materi perencanaan kesehatan mental ke dalam bahasa Spanyol, Prancis, Rusia, India, Jepang, Cina, dan Arab agar makin banyak orang di dunia mengerti tentang pesan yang ingin disampaikan WFMH.
Hal ini membuat banyak orang akhirnya paham mengenai persepsi kesehatan mental, dan menjadikannya identik dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
Awalnya, peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia tidak memiliki tema khusus, dan tujuannya adalah mengadvokasi kesehatan mental dan mengedukasi publik tentang isu-isu yang relevan.
Namun, melihat popularitas kampanye yang telah dilakukan, pada 1994 untuk pertama kalinya digunakan tema peringatan, yakni "Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan Jiwa di Seluruh Dunia".
Sejak saat itu, peringatan Hari Kesehatan Mental selulu diiringi oleh tema khusus. Misalnya, "Bergerak untuk Kesehatan Mental: Peningkatan Investasi dalam Kesehatan Mental" (2020), dan "Kesehatan Mental di Dunia yang Tidak Setara" (2021).
Tema Hari Kesehatan Mental Sedunia 2022 Signifikansinya
Tahun ini, WFMH mengambil tema "Menjadikan Kesehatan Mental & Kesejahteraan untuk Semua sebagai Prioritas Global" sebagai tema peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia.
Ini karena selama beberapa tahun terakhir, penanggulangan masalah kesehatan mental mendapatkan tantangan yang cukup berat. Bahkan, sejak sebelum pandemi Covid-19 menghantam dunia. Pada 2019 misalnya, diperkirakan satu dari delapan orang secara global hidup dengan gangguan mental.
Pada saat yang sama, layanan, keterampilan, dan pendanaan yang tersedia untuk mengatasimasalah kesehatan mental masih terbatas, serta jauh di bawah apa yang dibutuhkan, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Mengutip dari laman resmi WFMH, tingkat kesehatan mental global berada dalam kondisi krisis. Ini ditunjukkan dengan laporan yang menjelaskan, bahwa sebanyak 75% dari penduduk negara-negara berpenghasilan tinggi mengidap depresi tidak menerima perawatan yang memadai.
Dengan angka yang sama pula, negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah tidak memberikan pengobatan sama sekali kepada pengidap gangguan mental.
Adanya pandemi Covid-19 kemudian menciptakan krisis global untuk kesehatan mental, yang memicu tekanan jangka pendek dan jangka panjang, serta merusak kesehatan mental jutaan orang.
Pada tahun pertama pandemi Covid-19, diperkirakan ada peningkatan gangguan kecemasan dan depresi lebih dari 25%. Pada saat yang sama, layanan kesehatan mental telah sangat terganggu, dan kesenjangan pengobatan untuk kondisi kesehatan mental telah melebar.
Tumbuhnya kesenjangan sosial dan ekonomi, konflik yang berkepanjangan, kekerasan dan keadaan darurat kesehatan masyarakat mempengaruhi seluruh populasi, mengancam kemajuan menuju peningkatan kesejahteraan.
Lalu, ada pula masalah stigma dan diskriminasi yang terus menjadi penghalang bagi inklusi sosial dan akses ke perawatan kesehatan mental yang tepat.
Dalam pernyataan resminya, Sekertaris Jenderal WFMH Gabriel Ivbijaro mengatakan, bahwa ada banyak bukti bahwa pencegahan kesehatan mental dapat dilakukan dengan menggunakan intervensi berbasis bukti umum dan yang ditargetkan.
Ini dapat meningkatkan hasil bagi individu di seluruh spektrum gangguan mental. Oleh karena itu, diharapkan peran aktif dari seluruh pemangku kebijakan, serta masyarakat, dalam meningkatkan kesadaran tentang cara kerja intervensi kesehatan mental preventif.
Menurutnya, pemerintah memiliki peran untuk dimainkan. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat dan lembaga sosial perlu diperkuat. Sebab, perubahan kebijakan sering dilihat sebagai alat untuk memberikan paket penanganan, tetapi seharusnya tidak demikian. Ia memandang, kebijakan harus dianggap sebagai paket penanganan kesehatan mental itu sendiri.
Oleh karena itu, komunitas internasional dan pihak-pihak yang membiayai layanan kesehatan perlu memahami hal ini. Sehingga, masyarakat secara global dapat mengembangkan proses terpadu yang benar-benar memberikan kesehatan mental dan kesejahteraan bagi semua penduduk.
"Tema 'Jadikan Kesehatan Mental & Kesejahteraan untuk Semua sebagai Prioritas Global' memberi kita kesempatan untuk menyalakan kembali upaya membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. Kita berada di persimpangan jalan saat ini, dan sangat penting untuk mengambil jalan yang benar," ujar Ivbijaro, dalam keterangan resmi, dikutip Senin (10/10).
Tema ini dipilih karena memiliki makna kesejahteraan orang-orang dengan gangguan mental yang kurang beruntung tidak hanya ditanggung oleh pemerintah saja, namun juga masyarakat umum. Dengan demikian, siapa pun dituntut harus peduli dengan kesehatan mental.
Tips Menjaga Kesehatan Mental
Ada banyak faktor yang dapat memengaruhi kesehatan mental seseorang, seperti faktor biologis seperti gen atau kimia otak memiliki pengaruh terhadap kesehatan mental seseorang. Kemudian, pengalaman hidup seperti trauma atau pelecehan, riwayat keluarga dengan masalah kesehatan mental, gaya hidup seperti diet dan aktivitas fisik.
Dilansir dari laman unicef.org, berikut tips menjaga kesehatan mental sehari-hari.
1. Menjaga Kesehatan Fisik
Menjaga kesehatan fisik dapat membantu meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan. Aktiflah setidaknya selama 30 menit setiap hari, baik itu berlari, berjalan, yoga, menari, bersepeda, atau bahkan berkebun.
Makan makanan yang seimbang dan sehat dan usahakan untuk tidak menunda makan agar tidak mudah terserang penyakit. Kemudian, pastikan untuk mendapatkan tidur yang cukup. Bagaimana pun, pola hidup berpengaruh terhadap kesehatan mental.
2. Lakukan Aktivitas yang Digemari
Cobalah untuk terus melakukan kegiatan yang menyenangkan dan bermakna, seperti memasak untuk diri sendiri atau orang yang dicintai, bermain dengan hewan peliharaan, berjalan-jalan di taman, membaca buku, atau menonton film dan serial TV.
Memiliki rutinitas yang teratur dengan aktivitas yang membuat bahagia akan membantu kamu menjaga kesehatan mental. Jadi, cobalah untuk melakukan hal-hal yang disukai.
3. Jauhi Zat Berbahaya
Hindari penggunaan zat berbahaya seperti obat-obatan, alkohol, atau tembakau untuk mengatasi tekanan mental yang dirasakan. Meskipun beragam zat berbahaya tampak membantu merasa lebih baik, tetapi efeknya hanya jangka pendek.
Berbagai zat berbahaya itu justru akan membuat merasa lebih buruk dalam jangka panjang. Zat-zat ini tidak hanya akan membahayakan diri, tetapi juga dapat menempatkan orang-orang di sekitar pada risiko penyakit atau cedera, bahkan berurusan dengan hukum.
4. Berbicara Dengan Orang yang Dipercaya
Berbicara dengan seseorang yang dipercayai, baik itu teman, anggota keluarga, atau kolega dikatakan dapat membantu. Terbuka pada seseorng yang dipercaya mungkin akan membantu merasa lebih baik.
Jika tinggal di daerah dengan interaksi tatap muka terbatas, tentu dapat memanfaatkan teknologi untuk tetap terhubungan dengan orang yang dicintai. Hal itu dapat dilakukan melalui panggilan video, panggilan telepon, atau aplikasi chatting.
5. Mencari Bantuan Profesional
Jika merasa tidak dapat mengatasi stres yang tengah hadapi, carilah bantuan profesional dengan menghubungi saluran bantuan kesehatan mental setempat atau hubungi konselor atau dokter. Meskipun merasa di satu hari tengah jalani hal yang sangat berat, yakinkan kalau itu tantangan dan dapat dilalui.