Menilik Pro Kontra Hukuman Mati di Indonesia
Hukuman mati di Indonesia pernah dilaksanakan dan cukup ramai di jagat media saat itu. Terpidana mati itu ialah para pengedar narkoba dalam jumlah besar. Beberapa di antaranya ialah Freddy Budiman (WNI) dan tiga warga negara asing.
Hukuman mati yang dilaksanakan oleh Indonesia kepada 14 terpidana mati, 10 di antaranya sempat tertunda karena beberapa alasan tertentu. PBB Amnesti International, Uni Eropa dan Komnas HAM sempat bereaksi kritis atas hukuman mati yang dilakukan Indonesia karena bertentangan dengan hak untuk hidup.
Negara yang Melaksanakan Hukuman Mati
Pidana mati diartikan sebagai suatu nestapa atau penyiksaan yang memberikan penderitaan kepada manusia dan melanggar sejumlah norma kehidupan manusia. Secara substansial, hukuman mati dilakukan bagi pelaku kejahan berat.
Menurut Prof. Roeslan Saleh dalam ejournal.undiksha.ac.id, pidana mati adalah suatu upaya yang radikal untuk meniadakan orang-orang yang tidak bisa diperbaiki lagi. Dengan adanya pidana mati maka hilanglah kewajiban untuk memelihara mereka di penjara yang mana memakan biaya besar.
Melansir dari law.ui.ac.id, hukuman mati masih dilaksanakan oleh sejumlah negara. Selain Indonesia, Arab Saudi, Tiongkok, Iran dan Amerika Serikat (AS) juga masih melaksanakannya. Dari keempat negara ini, Tiongkok paling disorot karena jumlah narapidana yang dihukum mati terbilang banyak, bisa mencapai ribuan.
Sementara itu, di AS dan Arab Saudi, ratusan orang telah menjalani hukuman mati. Sedangkan di Indonesia, sudah puluhan orang yang dihukum mati dalam beberapa tahun terakhir. Khususnya bagi pengedar narkoba, teroris dan pelaku pembunuhan berencana.
Adapun ancaman hukuman mati bagi koruptor tapi di Indonesia belum ada koruptor yang dihukum mati. Terlebih hukuman mati masih menjadi pro kontra di beberapa negara. Bahkan tren hukuman mati sudah semakin menurun.
Sejak lahirnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) atau Duham pada 1948, hanya 6-7 negara yang menghapus hukuman mati. Namun sekarang, sudah 70% negara di dunia yang sudah menghapusnya.
Perdebatan Masih Betahannya Hukuman Mati di Indonesia
Pada 2007 silam, hukuman mati pernah melalui uji materi di Indonesia yaitu pada Undang-undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika. Sejumlah alasan penolakan hukuman mati sempat disampaikan saat itu. Namun sejumlah hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tetap mempertahankannya, karena UUD 1945 tidak menganut kemutlakan HAM.
Bertahannya hukuman mati di Indonesia (retentionist) karena sejumlah pihak yang mendukungnya memiliki argumen perlindungan korban, penanggulangan kejahatan, normatif dan lainnya. Mereka menyatakan bahwa hukum jangan hanya berpihak pada HAM pelaku kejahatan tetapi juga pada HAM korban.
Sebagai contoh dalam kasus pembunuhan berencana dan terorisme, hak hidup korban telah direnggut oleh para pelaku kejahatan. Kemudian haruskah hukum masih mempertimbangkan hak hidup pelaku kejahatan tersebut?
Hukuman Mati Diterapkan dalam Beberapa Jenis Pidana
Berbicara tentang hukuman mati di Indonesia, pidana mati telah diatur dalam KUHP, selanjutnya dituangkan dalam beberapa jenis pidana. Berikut di antaranya:
1. Makar Terhadap Presiden dan Wakil Presiden
Dalam pasal 104 KUHP makar terhadap Presiden dan Wakil Presiden yaitu merampas kemerdekaan, menyebabkan Presiden dan Wakilnya tidak bisa memerintah sehingga diancam pidana mati atau penjara sumur hidup atau pidana selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.
2. Membujuk Negara Asing untuk Bermusuhan dan Berperang
Dalam pasal 111 ayat (2) KUHP, jika permusuhan atau perang terjadi, pelaku yang melakukan penghasutan untuk bermusuhan dan berperang diancam hukuman mati atau pidan seumur hidup atau penjara selama waktu tertentu, maksimal 20 tahun.
3. Makar Terhadap Nyawa
Adapun pasal 140 ayat (3) dapat menjerat pelaku makar terhadap nyawa yang dilakukan dengan rencana sehingga berakibat maut. Pelakunya akan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana paling lama dalam waktu 20 tahun.
Hal ini didukung juga dengan pasal 340 KHUP dengan bunyi barang siapa yang sengaja dan dengan rencana merampas nyawa orang lain diancam pidana mati. Atau penjara seumur hidup atau masa tahanan maksimal 20 tahun.
4. Membantu Musuh Ketika Perang
Membantu musuh ketika perang diancam pasal 124 KUHP ayat (3) dengan pidana mati atau seumur hidup atau penjara dalam waktu tertentu, maksimal 20 tahun. Kurang lebih hukumannya sama dengan ketiga jenis pidana sebelumnya
Dapat disimpulkan hukuman mati di Indonesia masih menjadi pro kontra namun tetap dipertahankan oleh hakim Mahkamah Konstitusi. Mengingat hukum juga harus memandang hak hidup korban yang telah dilanggar oleh para pelaku kejahatan berat. Dengan begitu, kejahatan bisa diberantas dan tidak semakin merajalela.