Charta Politika Tak Cemas Demonstrasi yang Mengincar Lembaga Survei
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya tak ambil pusing dengan rencana sekelompok orang berunjuk rasa di depan kantor lembaga surveinya di Jakarta, Jumat (3/5). Menurut Yunarto, pihaknya tetap bekerja seperti biasa, meski ada rencana unjuk rasa tersebut.
Yunarto menilai pihaknya lebih baik menyelesaikan berbagai laporan perhitungan cepat Pilpres 2019 ketimbang mengurusi rencana unjuk rasa tersebut. Lagipula, Yunarto menilai rencana unjuk rasa tersebut ilegal.
Pasalnya, tidak ada surat pemberitahuan kepada Polda Metro Jaya terkait aksi unjuk rasa itu. "Yang jelas, setahu saya demonya liar. Saya sudah cek ke Polda," kata Yunarto ketika dihubungi Katadata, Jumat (3/5).
Jika ada ketidakpuasan terkait data hitung cepat Pilpres 2019 yang dilakukan Charta Politika, Yunarto menyebut sudah ada mekanisme yang jelas untuk mempertanyakan hal tersebut. Charta Politika pun sudah membuka data-data terkait hasil hitung cepat tersebut kepada publik.
Jika data hitung cepat Charta Politika dianggap bohong, Yunarto mempersilakan para pengunjuk rasa lapor ke polisi.
(Baca: Dituduh Bohong, Lembaga Survei Buka Prosedur Hitung Cepat)
Yunarto pun menilai segala tuduhan kepada lembaga survei yang melakukan hitung cepat Pilpres 2019 akan terjawab pada 22 Mei 2019. Sebab, saat itu KPU akan mengumumkan hasil repitulasi penghitungan suara Pilpres 2019 secara resmi.
"22 Mei akan terjawab semua siapa yang berbohong, siapa yang punya data yang bisa dipertanggungjawabkan, siapa yang penjahat demokrasi," kata Yunarto.
Sebelumnya di media sosial beredar poster ajakan 'Aksi Damai Lintas Relawan Bersama Ormas, LSM, OKP, Komunitas dan Emak-emak Militan Prabowo-Sandi'. Aksi tersebut akan dilakukan di depan Kantor Charta Politika, Jakarta pada Jumat (3/5) pukul 14.00 WIB.
Dalam aksi tersebut, ada tiga hal yang akan disampaikan. Pertama, melawan lembaga survei yang dianggap mendukung tim sukses pasangan calon tertentu. Kedua, unjuk rasa ditujukan melawan penggiringan opini publik yang dilakukan lembaga survei. Terakhir, unjuk rasa menuntut audit sumber dana lembaga survei.
(Baca: Memahami Quick Count dan Real Count: Beda Kerja tapi Hasil Identik)