Perkuat Pertahanan Sekutu di Indo-Pasifik, AS Kucurkan Rp 5,6 T

Image title
21 Juni 2020, 10:07
Ilustrasi, pertahanan maritim AS. Guna memperkuat pertahanan maritim negara-negara sekutu dan mitra, AS telah mengucurkan dana US$ 396 juta di kawasan Indo-Pasifik.
ANTARA FOTO/REUTERS/U.S. Navy/Mass Communication Specialist 2nd Class Jake Carrillo
Ilustrasi, pertahanan maritim AS. Guna memperkuat pertahanan maritim negara-negara sekutu dan mitra, AS telah mengucurkan dana US$ 396 juta di kawasan Indo-Pasifik.

Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (AS) atau Pentagon mengumumkan, telah menggelontorkan US$ 396 juta atau Rp 5,64 triliun (asumsi kurs Rp 14.243) untuk membangun kapasitas pertahanan maritim sekutu dan mitranya di kawasan Indo-Pasifik.

Mengutip The Epoch Times, Sabtu (20/6), Asisten Menteri Pertahanan AS David F. Healey mengungkapkan, kucuran dana tersebut merupakan bagian dari strategi pertahanan Indo-Pasifik AS. Targetnya adalah negara-negara sekutu dan mitra AS antara lain, Filipina, Vietnam, Indonesia, Malaysia, Thailand , Sri Lanka, dan Bangladesh.

"Penguatan kemitraan dengan sekutu kami di Indo-Pasifik akan terus menjadi landasan strategi pertahanan kami. Sebab, tantangan yang tumbuh di wilayah ini memiliki dampak regional dan global yang besar," kata Healey, dilansir dari The Epoch Times.

Pentagon mulai menerapkan inisiatif keamanan maritim atau maritime security initiative (MSI), untuk membangun kapasitas pertahanan negara-negara Asia Tenggara di kawasan Laut Cina Selatan pada 2016.

Sejak MSI diluncurkan AS telah mengucurkan lebih dari US$ 396 juta untuk memperkuat kapasitas pertahanan maritim negara-negara sekutunya. Tujuannya, untuk membantu sekutu AS mengatasi berbagai tantangan maritim di wilayah Indo-Pasifik, termasuk pengaruh Tiongkok yang berkembang di Laut Cina Selatan.

Melalui MSI, Washington bekerja sama dengan negara-negara Asia Tenggara untuk meningkatkan kemampuan deteksi, pemahaman dan respons, serta berbagi informasi aktivitas udara dan laut di kawasan Indo-Pasifik, khususnya Laut Cina Selatan.

(Baca: Indonesia di Tengah Ketegangan Baru Sengketa Laut Cina Selatan)

Ia menambahkan, sebagai bagi dari prioritas MSI, AS juga mempromosikan jaringan Indonesia-Malaysia-Filipina untuk melakukan pengawasan maritim dan udara di Laut Cina Selatan.

MSI kemudian diperluas mencakup Bangladesh, Srilanka dan Myanmar, dengan pembangunan fasilitas pelatihan pertahanan senilai US$ 3,6 juta. Fasilitas ini dibangun di Bangladesh dengan nama Institute of Peace Support Operations Training.

Ketegangan di kawasan Laut Cina Selatan memang terus terjadi, meski di tengah pandemi virus corona atau Covid-19 sekalipun. Terakhir, Kementerian Luar Negeri Vietnam menyatakan bahwa dua kapal Tiongkok menyerang kapal nelayan mereka pada Rabu pekan lalu. Mereka menyita peralatan dan hasil tangkapan nelayan Vietnam di Laut Cina Selatan.

Situasi semakin menghangat manakala AS juga turut campur, dengan menerbangkan pesawat pembom B-1B dan drone mata-mata Global Hawk di atas Laut Cina Selatan. Kemudian, pesawat pembom B-1B dan Global Hawk terbang dari Guam untuk mendukung Komando Indo-Pasifik dan secara khusus melakukan misi di Laut Cina Selatan.

Tiongkok mengaku sebagai pemilik hampir seluruh kawasan Laut Cina Selatan. Masalahnya, Vietnam, Brunei, Malaysia, dan Filipina juga mengklaim hal yang sama. Indonesia pun memiliki kawasan yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan, yakni di Kepulauan Natuna.

(Baca: Pertama Kali Sejak 1992, Pemerintahan Trump Bahas Uji Coba Nuklir)

News Alert

Dapatkan informasi terkini dan terpercaya seputar ekonomi, bisnis, data, politik, dan lain-lain, langsung lewat email Anda.

Dengan mendaftar, Anda menyetujui Kebijakan Privasi kami. Anda bisa berhenti berlangganan (Unsubscribe) newsletter kapan saja, melalui halaman kontak kami.

Artikel Terkait