Jurnalisme di Bawah Kepungan Digital, Tema Hari Kebebasan Pers Sedunia

Image title
3 Mei 2022, 08:30
Ilustrasi, platform digital. Menyambut Hari Kebebasan Pers Sedunia pada 3 Mei, UNESCO mengambil tema "Jurnalisme di Bawah Kepungan Digital" sebagai pengingat terkait perlunya perlindungan jurnalis di era digial.
123rf
Ilustrasi, platform digital. Menyambut Hari Kebebasan Pers Sedunia pada 3 Mei, UNESCO mengambil tema "Jurnalisme di Bawah Kepungan Digital" sebagai pengingat terkait perlunya perlindungan jurnalis di era digial.

Baik dalam konteks kehidupan sehari-hari, termasuk di era pandemi Covid-19 saat ini, atau selama perang dan konflik, informasi yang dapat dipercaya merupakan hal yang lebih dari sekadar diperlukan, melainkan sangat penting. Termasuk di dalamnya peran seorang jurnalis.

Jurnalis memainkan peran penting dalam memberikan informasi. Mereka menilai, menyelidiki dan menyebarkan fakta, memastikan orang dapat membuat keputusan yang tepat. Oleh karena itu, jurnalisme adalah barang publik, yang harus dipertahankan dan dukung.

Namun, bahkan ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingati 10 tahun Rencana Aksi tentang Keamanan Jurnalis dan Isu Impunitas, para jurnalis di seluruh dunia menghadapi lingkungan yang berkembang pesat. Terutama di era digital seperti saat ini.

Oleh karena itu, dalam peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia yang jatuh pada 3 Mei, badan PBB untuk pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan atau United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) mengusung tema "Jurnalisme di Bawah Kepungan Digital".

Dalam keterangan resminya, Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay mengatakan, teknologi digital semakin merevolusi lanskap informasi. Keberadaan teknologi digital telah mengizinkan pertukaran informasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, mendukung jurnalisme lintas batas. Saat ini, setiap orang dapat melihat apa yang terjadi di setiap sudut dunia.

"Tapi peluang ini diiringi tantangan baru. Karena, kemunculan platform online telah mempertanyakan kelayakan ekonomi media independen dan pluralistik, menjungkirbalikkan rantai nilai dan model bisnis yang ada," kata Audrey dalam keterangan resmi UNESCO, Selasa (3/5).

Menurutnya, era digital juga menempatkan pekerja media dan narasumber pada risiko yang lebih besar untuk menjadi sasaran, pelecehan, dan penyerangan. Misalnya, karena penyimpanan data, spyware, dan pengawasan digital.

Ekspresi kebencian terhadap jurnalis telah meningkat, mempengaruhi jurnalis perempuan pada khususnya. Penelitian UNESCO berjudul "Threats that Silence: Trends in the Safety of Journalists" menunjukkan, tujuh dari sepuluh jurnalis wanita yang disurvei pernah mengalami kekerasan online.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...