Facebook dan Instagram Larang Konten Terapi Konversi LGBT
Facebook dan Instagram melarang semua konten yang mempromosikan terapi konversi lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT). Kebijakan ini dilakukan diambil perusahaan untuk mencegah diskriminasi terhadap kelompok minoritas.
Instagram mengumumkan larangan baru tersebut pada semua bentuk konten, termasuk unggahan (posting) dan video, yang mempromosikan praktik yang banyak didiskreditkan yang dikenal sebagai terapi konversi.
Juru bicara Facebook Inc, perusahaan induk Instagram, menyebutkan, perubahan kebijakan tersebut adalah perluasan dari aturan sebelumnya yang secara khusus melarang iklan yang mempromosikan praktik terapi konversi LGBT.
Kini, larangan tersebut diperluas tak hanya iklan, melainkan juga materi atau tulisan yang mempromosikan terapi konversi. Tak hanya di Instagram, larangan ini juga berlaku di media sosial utamanya, yakni facebook, seiring dengan pemberlakuan kebijakan pelarangan konten yang memuat ujaran kebencian (hate speech).
"Kami tidak mengizinkan serangan terhadap orang-orang berdasarkan orientasi seksual atau identitas gender, dan memutuskan memperbarui kebijakan untuk melarang promosi layanan terapi konversi," ujar Direktur Kebijakan Publik Instagram untuk Eropa, Timur Tengah dan Afrika Tara Hopkins, dilansir dari The Verge, Sabtu (11/7).
Ia mengatakan, larangan soal promosi atau tulisan yang mendukung atau menyebarkluaskan terapi konversi, berlaku di seluruh dunia. Perusahaan akan segera menghapus apabila ada postingan terkait iklan atau tulisan yang mempromosikan praktik ini.
(Baca: Perusahaan Besar Global Ancam Tak Akan Kembali Beriklan di Facebook)
Hopkins menyatakan, perusahaan akan terus meninjau seluruh kebijakan terkait panduan konten, termasuk larangan konten, dan berkonsultasi dengan ahli. Selain itu, report atau laporan pengguna juga akan dicatat dan menjadi salah satu pijakan bagi perusahaan untuk memperluas kebijakan ini.
Sebagai informasi, terapi konversi dilarang di setidaknya 19 negara bagian AS. Dari kebanyakan kasus, hal ini bertujuan untuk melindungi anak di bawah umur, tetapi tetap legal di tingkat federal di AS serta diizinkan di Eropa dan di negara lain di dunia.
Sebab, terapi konversi kerap dijajakan oleh organisasi keagamaan sebagai pseudo-sains, tanpa dasar fakta. Selain itu, beberapa studi menunjukkan terapi ini memiliki hubungan langsung dengan tingkat depresi yang lebih tinggi, penggunaan narkoba, tunawisma, bunuh diri di kalangan orang dewasa muda.
Kemudian, banyak laporan praktik terapi konversi dilakukan tanpa persetujuan dari pribadi yang menjadi subjek. Hal inilah yang menyebabkan tingkat depresi akhirnya meningkat.
Perlu diketahui, Jerman merupakan satu-satunya negara yang memiliki undang-undang yang melarang praktik terapi konversi untuk kaum minoritas ini.
(Baca: Protes Konten Kebencian, BMW hingga Pepsi Tarik Iklan dari Facebook)