Mengenal Profesi YouTuber, Definisi dan Aspek Perpajakannya

Image title
14 Juni 2022, 02:12
YouTuber, YouTube, pajak, perpajakan
unsplash.com/CardMapr
Ilustrasi, seseorang menonton konten video di YouTube.

Saat ini, platform media sosial sudah sangat lekat dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu platform yang paling banyak digunakan oleh masyarakat adalah YouTube.

YouTube adalah sebuah situs web berbagi video yang dibuat oleh tiga mantan karyawan PayPal pada Februari 2005. Platform ini menampilkan berbagai macam konten video yang dibuat oleh seorang creator, seperti klip film, TV, dan video musik. Selain itu, konten amatir seperti blog video, video orisinal pendek, dan video pendidikan juga ada dalam situs ini.

YouTube ditonton dengan rata-rata satu miliar pengunjung setiap bulannya, sementara setiap menit terdapat sekitar seratus video yang diunggah. Seseorang yang bertindak sebagai creator konten-konten yang ditampilkan di YouTube, disebut sebagai YouTuber.

YouTuber diartikan sebagai seorang yang membuat konten dan mempublikasikannya di YouTube, dan bukan hanya sekedar menggunakannya saja. Umumnya, istilah YouTuber disematkan kepada seseorang atau kelompok, yang memiliki channel YouTube sendiri, membuat, menanyangkan, dan mencari subscribers.

YouTuber Sebagai Profesi

Pada awalnya, YouTuber diawali sebagai hobi saja. Namun seiring dengan banyaknya pengunjung platform tersebut, peluang untuk mendapatkan penghasilan dari membuat, dan menayangkan konten di YouTube ini tergolong besar, jika ditekuni lebih jauh.

Saat ini, sudah banyak orang menjadikan YouTuber menjadi profesi, dengan penghasilan yang tergolong besar. Di Indonesia sendiri, profesi sebagai YouTuber telah dikategorikan sebagai pekerjaan bebas, dengan klasifikasi usaha nomor 90002 atau kategori pekerja seni. Hal ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015.

Penghasilan sebagai YouTuber didapatkan dari berbagai sumber. Pertama, memonetisasi channel YouTube. Artinya, creator mengizinkan YouTube atau Google untuk menempatkan iklan di dalam video. Sebagai timbal baliknya, creator akan mendapatkan bagi hasil dari iklan tersebut, dengan pembagian 45% untuk YouTube dan 55% untuk YouTuber.

Kedua, melalui cara brand deals. Artinya, YouTuber dengan jumlah pengikut atau subscriber yang banyak, dapat menarik sponsor atau pengiklan dari luar YouTube. Bahkan, YouTuber dengan subscriber banyak juga bisa menarik perhatian investor ke dalam channel-nya, yang akan bertindak sebagai sponsor.

Dengan mendapatkan sponsor, YouTuber bisa mendapatkan bayaran untuk menempatkan brand placement, atau iklan di luar sistem Google ke dalam video mereka. Harga brand placement ini bervariasi, tergantung sepopuler apa channel seorang YouTuber, dan sedalam apa potensi keuntungan yang bakal didapatkan oleh sponsor.

Aspek Perpajakan YouTuber

Sebagai sebuah profesi yang telah diakui oleh pemerintah, YouTuber otomatis terikat dengan ketentuan atau peraturan perpajakan yang berlaku, terutama aturan mengenai pajak penghasilan atau PPh.

Mengutip pajakku.com, dari aspek PPh, terdapat dua skema yang berlaku untuk Youtuber yaitu PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 25. Namun, perlu diingat bahwa YouTuber yang dapat digolongkan sebagai wajib pajak, adalah mereka yang memenuhi syarat utama, yakni memiliki penghasilan diatas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sebesar Rp 54 juta per tahun.

1. PPh Pasal 23

PPh Pasal 23 dikenakan bagi YouTuber yang tergabung dalam suatu agensi. Artinya, agensi yang menaungi YouTuber wajib memungut PPh 21 dan melaporkannya kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Badan yang wajib membayarkan PPh 21 youtuber ini tidak hanya agensi yang menaungi, melainkan juga perusahaan pengguna jasa YouTuber.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, YouTuber biasanya memiliki sumber penghasilan di luar monetisasi channel dengan adsense, yaitu dengan endorsement. Dilansir dari laman resmi DJP, pembayaran pajak untuk endorsement ini tergantung kepada perusahaan pembeli jasa youtuber, apakah berstatus sebagai pemotong PPh 21 atau tidak.

Apabila berstatus sebagai pemotong PPh 21, maka perusahaan ini wajib memotong PPh atas penghasilan YouTuber terkait. Apabila tidak berstatus sebagai pemotong PPh 21, maka YouTuber wajib melaporkan penghasilan tersebut dalam Surat Pemberitahuan (SPT) pajak tahunannya, bersamaan dengan penghasilannya yang lain.

2. PPh Pasal 25

Untuk penghasilan di luar dari yang dipotong oleh perusahaan pemotong PPh 21, YouTuber tentu masih memiliki sumber-sumber penghasilan yang belum dipotong/dilaporkan pajaknya. Apabila YouTuber yang dimaksud tidak tergabung dalam agensi, maka ia wajib melaporkan pajak secara mandiri dengan PPh 25.

Karena profesi YouTuber termasuk dalam pekerjaan bebas, yang tercatat dalam kelompok lapangan usaha (KLU) kegiatan pekerja seni, dengan kode 90002. Maka, pajaknya dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh, dengan menerapkan skema tarif progresif. Adapun penghitungannya menggunakan tarif norma sebesar 50% dari penghasilan bruto selama setahun.

Contoh, jika sebuah channel YouTube “ABC” memiliki penghasilan setahun sebesar Rp 175 juta. Maka, dengan menggunakan skema norma penghitungan penghasilan netto, perhitungan pajaknya adalah sebagai berikut.

  • Penghasilan Netto Setahun: 50% x Rp 175 juta = Rp 87,5 juta
  • Penghasilan Kena Pajak: Rp 87,5 juta - Rp 54 juta = Rp 33,5 juta
  • PPh terutang: 5% x Rp 33,5 juta = Rp 1.675.000

Sebagai informasi, YouTuber juga memiliki kesempatan untuk mengangsur PPh Pasal 25 setiap bulan, dengan besaran dihitung dari penghasilan neto dikurangi PTKP, lalu dikalikan tarif PPh Pasal 17. Setelah itu, baru dibagi 12 bulan.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...