Menilik Perlakuan Perpajakan untuk Profesi Atlet

Image title
29 Juli 2022, 07:30
perpajakan, pajak, atlet
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Ilustrasi, atlet lompat jauh Maria Londa melakukan lompatan pada nomor lompat jangkit SEA Games 2021 di Stadion Nasional My Dinh, Hanoi, Vietnam.

Olahragawan, atau biasa dikenal sebagai atlet, merupakan seseorang yang bisa dikatakan mahir dalam kegiatan olahraga, atau dalam bentuk lainnya yang berkaitan dengan pelatihan fisik.

Seorang olahragawan atau atlet biasanya ikut serta dalam suatu perlombaan atau pertandingan, yang mewakili suatu klub, daerah atau negaranya. Definisi resmi terkait olahragawan atau atlet, termaktub dalam Pasal 1 Ayat (6) dan (7) Undang-undang (UU) Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.

Dalam beleid tersebut, atlet diartikan sebagai seseorang yang gemar berolahraga dalam rangka mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosialnya, dengan mengikuti pelatihan secara teratur, dan turut mengikuti kegiatan kejuaraan dengan penuh dedikasi untuk dapat mencapai prestasi.

Meski ada kata "gemar" dalam definisi atlet, namun pada praktiknya atlet sejak dulu bukanlah seseorang yang hanya suka melakukan kegiatan olahraga. Melainkan, menjadikan kegiatan olahraga tersebut sebagai profesi yang ditekuni. Misalnya, seorang atlet sepak bola atau bulu tangkis.

Seperti layaknya semua masyarakat Indonesia yang telah memiliki penghasilan, seorang atlet juga merupakan wajib pajak. Artinya, atlet membayar dan melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima.

Perlakuan Perpajakan Profesi Atlet

Di Indonesia, perlakuan perpajakan untuk profesi atlet mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

Berdasarkan Perdirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 olahragawan atau atlet merupakan penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26. Hal ini tertera dalam Pasal 3 Perdirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2016.

Artinya, atlet yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kejuaraan, maka atlet tersebut wajib melaksanakan kewajiban perpajakan, yakni membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Perlakuan perpajakan untuk atlet sendiri dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yakni apabila atlet melakukan pekerjaan bebas, apabila atlet bergabung dalam sebuah klub, dan perlakuan pajak atas sebuah penghargaan yang diterima.

1. Atlet Melakukan Pekerjaan Bebas

Jika seorang atlet tidak terikat pada klub, dalam cabang olahraga apapun, maka dapat dikatakan pula bahwa penghasilan yang diperoleh oleh olahragawan atau atlet tersebut berasal dari pekerjaan bebas karena tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.

Meski demikian, atlet yang melakukan pekerjaan bebas tidak diperbolehkan menghitung PPh berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2018. Meski penghasilan bruto yang diperoleh atlet tersebut tidak lebih dari Rp 4,8 miliar dalam satu tahun.

Namun, atlet yang dimaksud diperbolehkan untuk menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto (NPPN), dan cukup untuk menyelenggarakan pencatatan. Untuk menggunakan mekanisme ini, atlet harus mengajukan pemberitahuan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Misalnya, seorang atlet memiliki penghasilan bruto sebesar Rp 150 juta dalam satu tahun, dan tinggal di Jakarta. Maka, tarif yang digunakan adalah 50%.

Sehingga, perhitungan penghasilan kena pajak atlet tersebut adalah mengalikan penghasilan bruto dengan tarif yang berlaku, lalu dikurangi dengan besaran penghasilan tidak kena pajak (PTKP), yakni totalnya sebesar Rp 21 juta.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...