Faktur Pajak Uang Muka, Dasar Hukum dan Komponennya

Image title
2 April 2023, 11:30
Ilustrasi, transaksi.
Freepik
Ilustrasi, transaksi.

Dalam sistem perpajakan Indonesia, setiap transaksi penyerahan barang/jasa kena pajak (BKP/JKP) harus memiliki faktur pajak, sebagai bukti pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dan/atau pajak penjualan barang mewah (PPnBM).

Namun, ada kalanya penyerahan BKP/JKP, pembayarannya menggunakan uang muka. Atas transaksi ini, faktur pajak tetap harus dibuat, yang dikenal dengan nama faktur pajak uang muka.

Sebagai informasi, uang muka diberlakukan sebagai jaminan bagi pihak pembeli, bahwa mereka akan menyelesaikan pembayaran sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat. Dari sisi pembeli, uang muka bisa meringankan dibandingkan pembelian tunai di awal transaksi.

Istilah uang muka biasa dikenal dengan 'pembayaran diterima di muka", yakni uang yang sudah diterima perusahaan tetapi belum sepenuhnya menjadi hak perusahaan di akhir periode. Sebab, meski perusahaan sudah menerima uang dari pembeli, jasa atau barang belum sepenuhnya diterima lawan transaksi.

Apa saja elemen yang membentuk faktur pajak uang muka ini, serta apa dasar hukum yang melandasi penggunaannya? Simak ulasan singkat berikut ini.

Sekilas tentang Penerapan Uang Muka

Penerapan uang muka dapat diberlakukan untuk beberapa hal, yakni sebagai berikut:

  • Pembayaran sebagian dari harga yang telah disepakati oleh pembeli kepada penjual yang merupakan tanda bahwa perjanjain jual beli telah mengikat.
  • Pada saat pembayaran terhadap jasa kontraktor pada saat kontrak ditandatangani atau kepada penjual yang belum menyerahkan barang.

Mengutip online-pajak.com, pembuat faktur pajak uang muka harus menerbitkan faktur pajak di awal. Kemudian, setelah seluruh transaksi diperoleh, PKP pembeli harus membuat faktur pajak baru sebagai faktur pajak pengganti. Terkait dengan pembuatan faktur pajak uang muka, total nilai keseluruhan transaksi belum diketahui.

Dasar Hukum Faktur Pajak Uang Muka

Perihal penggunaan faktur pajak uang muka, diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak. Aturan tersebut kemudian diubah melalui PER-17/PJ/2014.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...