BPK Temukan Potensi Kerugian Rp 422 Miliar pada 10 Bank Daerah

Image title
14 Mei 2020, 20:09
Ilustrasi. Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dari hasil pemeriksaan terhadap 10 bank daerah, BPK menemukan adanya potensi kerugian sebesar Rp 422,42 miliar.
Katadata | Arief Kamaludin
Ilustrasi, Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dari hasil pemeriksaan terhadap 10 bank daerah, BPK menemukan adanya potensi kerugian sebesar Rp 422,42 miliar.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat sejumlah permasalahan dari pemeriksaan terhadap bank daerah atau Bank Pembangunan Daerah (BPD). Temuan ini tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II 2019, yang telah disampaikan kepada pemerintah.

Adapun objek pemeriksaan dilakukan pada 10 BPD, antara lain BPD Sumatera Barat, BPD Lampung, Bank DKI, BPD DIY, BPD Jawa Tengah, BPD Jawa Timur, BPD Kalimantan Barat, BPD Kalimantan Selatan, BPD Bali, dan Bank NTT.

Dari hasil pemeriksaan, ditemukan adanya permasalahan kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI), ketidakpatuhan, serta tidak memenuhi aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas (3E).

Dalam auditnya, BPK menemukan permasalahan utama pengendalian intern dalam operasional BPD antara lain, standar operasional prosedur (SOP) belum berjalan optimal, belum disusun atau tidak lengkap, serta pelaksanaannya mengakibatkan peningkatan biaya.

Permasalahan utama yang disorot oleh BPK adalah tidak diterapkannya SOP dalam memberikan fasilitas kredit, serta tidak dilakukannya analisa kredit secara menyeluruh.

Kemudian, BPK juga mencatat beberapa BPD tidak melengkapi kredit dengan asuransi, dan tidak melakukan pemantauan terhadap pemberian fasilitas modal kerja.

Salah satu yang menjadi sorotan BPK adalah, pemberian fasilitas kredit oleh Bank NTT. Pemberian fasilitas terhadap enam debitur senilai Rp 126,53 miliar ini dinilai tidak prudent.

(Baca: BPK Temukan Kelalaian OJK dalam Mengawasi Tujuh Bank, Ini Rinciannya)

Pasalnya, pemberian pinjaman tidak menyertakan jaminan yang diikat, tidak sesuai dengan peruntukan, dan berpotensi merugikan. Dari permasalahan ini, Bank NTT berpotensi rugi sebesar Rp 206,54 miliar.

Lalu, permasalahan mengenai pengembalian pinjaman atau piutang yang macet, yang dialami Bank NTT. Hasil audit BPK menemukan Bank NTT telah menyalurkan fasilitas kredit sebesar Rp 89,10 miliar kepada 14 debitur yang melanggar prinsip kehati-hatian, sehingga menjadi kredit bermasalah dan macet yang berindikasi merugikan bank.

Permasalahan yang lain adalah, soal penerimaan denda keterlambatan yang belum masuk kas. Hal ini dialami oleh Bank DKI, dengan potensi kerugian mencapai Rp 25,11 miliar, dan BPD Kalimantan Selatan, dengan potensi kerugian Rp 34,34 juta.

Pada Bank DKI, permasalahan yang terjadi adalah bank belum melaporkan dan mengembalikan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atas adanya saldo mengendap sebesar Rp 25,11 miliar, pada 4.856 rekening penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP) Tahap I tahun 2013-2015.

Secara keseluruhan, audit BPK mengungkap 117 temuan, yang memuat 165 permasalahan. BPK mencatat, potensi kerugian yang terjadi akibat lemahnya sistem operasional dan ketidakpatuhan ini mencapai Rp 422,42 miliar.

Selama proses pemeriksaan berlangsung, BPD yang diaudit telah menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan melakukan penyetoran ke kas perusahaan atau daerah sebesar Rp 327,07 juta.

(Baca: Jokowi Terima Rekomendasi BPK Senilai Rp 106,13 Triliun)

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...