Deflasi Dua Bulan Berturut, Resesi Ekonomi Makin Menghantui Indonesia

Agatha Olivia Victoria
1 September 2020, 14:11
Ilustrasi, pedagang melayani konsumen di pasar tradisional. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Agustus 2020 terjadi deflasi sebesar 0,05%.
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Ilustrasi, pedagang melayani konsumen di pasar tradisional. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Agustus 2020 terjadi deflasi sebesar 0,05%.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia kembali mengalami deflasi pada Agustus 2020 sebesar 0,05% karena daya beli masyarakat yang masih lemah di tengah pandemi virus corona atau Covid-19. Dengan demikian, sudah dua kali berturut terjadi deflasi pada tahun ini setelah sebelumnya pada Juli 2020 terjadi deflasi sebesar 0,01%.

Pengamat Ekonomi Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandi berharap pukulan daya beli berturut ini tak akan terulang bulan depan. Alasannya, program pemulihan ekonomi dan pembukaan kembali aktivitas ekonomi telah dijalankan.

"Mestinya bisa mereda dengan adanya program pemulihan ekonomi nasional dan pembukaan sektor perekonomian secara bertahap," ujar Eric kepada Katadata.co.id, Selasa (1/9).

Menurutnya deflasi terjadi karena penurunan daya beli berpengaruh pada tingkat konsumsi masyarakat, yang selama ini menjadi penopang kuat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Rendahnya tingkat konsumsi ini akhirnya berpangruh pada penurunan harga di sejumlah sektor.

Eric menilai tahun ini ancaman resesi tidak bisa dihindarkan, tetapi jika pada kuartal III 2020 pertumbuhan ekonomi mampu berbalik positif maka Indonesia punya peluang besar untuk keluar dari resesi tahun depan. Namun, untuk mencapai hal ini kuncinya adalah sesegera mungkin memulihkan daya beli masyarakat.

Untuk memulihkan daya beli masyarakat, pemerintah sudah memasukkan banyak insentif dalam program pemulihan ekonomi nasional. Dengan begitu, tinggal bagaimana mempercepat penyaluran dananya.

Direktur Riset Center Of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalam menjelaskan deflasi atau inflasi yang rendah sudah diperkirakan sebagai akibat menurunnya permintaan. Di tengah pandemi corona saat ini, permintaan turun disebabkan oleh menurunnya daya beli sebagian masyarakat, terutama masyarakat bawah.

Penurunan daya beli masyarakat bawah sudah dibantu dengan adanya berbagai bantuan pemerintah, namun hal ini tentu tidak cukup untuk mengembalikan konsumsi pada level normal. Sementara masyarakat menengah atas masih akan menahan konsumsi selama pandemi corona.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...