Indonesia Kalah Agresif dari Vietnam Memanfaatkan Perjanjian Dagang

Agatha Olivia Victoria
20 Januari 2021, 17:12
ekspor, impor, perjanjian dagang, rcep
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.
Ilustrasi. Kontribusi ekspor Indonesia dalam China-ASEAN Free Trade Agrrement justru menurun dari 8,08% pada 2013 menjadi 7,13% pada 2019.

Indonesia memiliki banyak perjanjian dagang dengan beberpa negara, salah satunya RCEP yang baru diteken akhir tahun lalu. Namun, Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menilai, Indonesia belum banyak memanfaatkan kerja sama perdagangan.

Ia mencotohkan, kontribusi ekspor Indonesia dalam China-ASEAN Free Trade Agreement justru menurun dari 8,08% pada 2013 menjadi 7,13% pada 2019. "Berbeda dengan Vietnam yang sangat agresif dalam memanfaatkan perjanjian ini," ujar Andry dalam Diskusi Publik bertajuk "Stimulus Covid-19 dan RCEP : Pemacu Pemulihan Ekonomi Indonesia 2021-2022" yang diselenggarakan Ikaprima, Universitas Prastyamulya, dan Katadata.co.id, Rabu (20/1).

Kontribusi ekspor Vietnam dalam perjanjian tersebut tercatat 4,06% pada 2013 dan terus naik hingga 6,81% pada 2019. Peran ekspor Vietnam dalam ASEAN Free Trade Agreement juga meningkat cukup tajam dari 5,48% pada 2013 menjadi 7,51%. Sementara peran ekspor Indonesia ke ASEAN hanya naik tipis dari 11,97% menjadi 12,49% sejak perjanjian dagang tersebut. 

Andry mengingatkan bahwa tantangan bersaing dengan Vietnam dalam perjanjian perdagangan, salah satunya RCEP  akan sangat besar. Vietnam antara lain terbantu oleh lokasi yang dekat dengan Tiongkok, pusat ekonomi dunia. 

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Shinta Kamdani  juga menilai, Indonesia belum mampu memaksimalkan manfaat pasar global sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi. Kontribusi perdagangan internasional terhadap PDB Indonesia jauh di bawah rata-rata dunia dan peer group ASEAN seperti Filipina, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

"Rata-rata negara di dunia memiliki rasio 60,27% pada 2019. Indonesia sendiri haya 37,3%," kata Shinta 

Menurut dia, ekspor Indonesia kerap menciptakan pertumbuhan tertinggi di antara komponen PDB yang lain bahkan di tengah pandemi. Namun, ekspor belum menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi.

Badan Pusat Statistik mencatat, produk domestik bruto pada kuartal ketiga minus sebesar 3,49% secara tahunan. Konsumsi pemerintah menjadi satu-satunya komponen yang tumbuh positif secara tahunan yakni 9,76% sementara secara kuartalan komponen itu mampu melesat hingga 16,93%. Ekspor menjadi komponen ketiga yang tumbuh tertinggi secara kuartalan yakni 6,14% setelah investasi 8,45%.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...