Kinerja Ekonomi Tiongkok Mulai Melambat, Tumbuh 7,9% pada Kuartal II
Pertumbuhan ekonomi Tiongkok mulai menunjukkan perlambatan pada kuartal-II 2021. Biro Statistik Nasional melaporkan pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 7,9%, terperosok dari rekor pertumbuhan 18,3% pada kuartal pertama.
Mengutip Reuters, perekonomian kuartal II Tiongkok hanya tumbuh 1,3% secara kuartalan, sedikit lebih tinggi dari prediksi 1,2%. Kinerja ini sebenarnya lebih baik dibanding pertumbuhan ekonomi kuartal I yang hanya berhasil tumbuh 0,4% dari kuartal IV 2020.
Kendati demikian, sejumlah data menunjukkan adanya tanda-tanda mulai lesuhnya perekonomian Negeri Panda pada bulan Juni kemarin. Output industri berhasil tumbuh 8,3% secara tahunan, namun ini lebih rendah dari kinerja bulan Mei 8,8%.
Beberapa sektor andalan ekonomi Tiongkok lainnya juga mulai melemah. Penjualan ritel yang tumbuh 13,1%, lebih rendah dari kinerja Mei 12,4%. Serta investasi di sektor properti hanya berhasil tumbuh 12,6% yang juga jauh lebih rendah dari rata-rata Januari hingga Mei 15,4%.
"Angkanya sedikit di bawah ekspektasi kami dan ekspektasi pasar. Namun, saya pikir momentumnya cukup kuat. Kekhawatiran kami yang lebih besar adalah pemulihan yang tidak merata yang telah kami lihat sejauh ini," kata ekonom UON, Woei Chen Ho, Kamis, (15/7).
Tiongkok telah memasuki fase pemulihan sejak paruh kedua tahun lalu. Ekonomi Tiongkok pada kuartal II 2020 tumbuh 3,2% saat mayoritas negara mengalami kontraksi ekonomi. Pemulihan ekonomi berlanjut pada kuartal III dengan pertumbuhan mencapai 4,9% dan kuartal IV mencapai 6,5%.
Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada kuartal I 2021 bahkan melesat 18,3%. Meski demikian, beberapa ahli melihat pertumbuhan signifikan di kuartal I tahun ini dipengaruhi oleh kinerja kuartal I 2020 yang anjlok -6,8%. Sementara pertumbuhan pada kuartal II tahun ini tidak begitu signifikan karena Tiongkok sudah memasuki fase perbaikan pada periode yang sama tahun lalu.
Adanya kekhawatiran terhadap momentum pemulihan ekonomi yang mulai melambat. Bank sentral China (PBOC) belum lama bereaksi dengan mengeluarkan sejumlah kebijakan moneter yang mulai diantisipasi oleh pasar. PBOC awal bulan ini memangkas Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan sebanyak 50 bps. Penurunan GWM ini membuat PBOC juga memangkas jumlah ketentuan cadangan uang tunai yang harus dimiliki bank, yaitu dengan melepas 1 triliun Yuan dalam likuiditas jangka panjang.
Selain itu, pandemi yang mulai kembali menghantui beberapa wilayah juga mendesak pemerintah Tiongkok untuk mempercepat vaksinasi. Mengutip Bloomberg, tiga bulan terakhir pemerintahan Xi Jinping tampaknya sedang mempercepat penyediaan 1,4 juta dosis vaksin Covid-19 yang cukup untuk mengamankan separuh penduduk China, dengan begini kepercayaan konsumen diprediksi bisa kembali terdongkrak.