Pengusaha Minyak Goreng Ragu Aturan DMO Efektif Tanpa Subsidi
Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) meragukan aturan kewajiban pasar domestik (DMO) dan kewajiban harga domestik (DPO) pada produk minyak sawit mentah (CPO) dan bahan baku minyak goreng dapat berjalan mulus tanpa subsidi pemerintah. GIMNI mengusulkan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyubsidi 75% dari selisih antara harga pasar CPO dengan kewajiban harga domestik (DPO) Rp 9.300 per kilogram (kg) atau sekitar US$ 660 per ton.
Aturan DMO dan DPO pada CPO dan bahan baku minyak goreng yang tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendag) Nomor 5 Tahun 2022. Permendag ini mengatur kewajiban eksportir CPO memenuhi kewajiban pasar dalam negeri (DMO) sebesar 20% dari total ekspor. Aturan ini juga mengatur DPO sebesar Rp 9.300 per kg untuk CPO dan Rp 10.300 per kg untuk olein.
"Konsep Permendag Nomor 5 Tahun 2022 seharusnya ada peran BPDPKS. Jangan dibiarkan kena ke petani. Yang pendapatannya berkurang itu seharusnya hanya industri CPO karena mereka juga menikmati harga tinggi," ujar Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga kepada Katadata.co.id, Senin (31/1).
Permendag ini diharapkan efektif dalam menurunkan harga minyak goreng. Bersamaan dengan aturan tersebut, pemerintah juga telah menetapkan HET minyak goreng melalui Permendag Nomor 6 Tahun 2022, terdiri dari HET minyak goreng curah Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14 ribu per liter.
Ia pun menyarankan agar Kementerian Perdagangan (Kemendag) berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terkait peran BPDPKS. Hal ini, menurut dia, penting agar pelaksanaan Permendag Nomor 5 Tahun 2022 lebih berkeadilan.
Kementerian Pertanian, menurut dia, juga harus memeriksa kepatuhan pabrikan CPO terkait luas pemilikan kebun kelapa sawit. Menurut Sahat, potensi penurunan harga tandan buah segar di tingkat petani akibat aturan DPO mencapai Rp 300 per kg seperti prediksi Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi seharusnya tidak terjadi karena sudah ada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013. Dalam aturan tersebut, pengolah CPO harus mendapatkan bahan baku setidaknya 20% dari kebun milik sendiri.
Sahat menyatakan seluruh produsen minyak goreng di dalam negeri telah menjadi anggota GIMNI. Dari total kapasitas produksi migor nasional, sebanyak 58% merupakan hasil produksi bahan baku bukan milik sendiri.
Sahat mengatakan, volume penjualan minyak goreng sampai saat ini masih didominasi minyak goreng curah. Sekitar 54% dari total produksi industri migor nasional berbentuk migor curah yang biasa dijual di pasar tradisional. Hanya ada sekitar 50 perusahaan yang memproduksi minyak goreng kemasan dengan total kontribusi mencapai 22,07% produksi nasional. Adapun produksi minyak goreng untuk industri mencapai 23% dari total produksi.
Kemendag meramalkan kebutuhan minyak goreng tahun ini mencapai adalah 5,7 kiloliter yang terdiri dari kebutuhan rumah tangga sebanyak 3,9 juta kilo liter dan kebutuhan industri 1,8 juta kilo liter. Adapun kebutuhan rumah tangga terbagi menjadi tiga produk, yakni kemasan premium sebesar 1,2 juta kilo liter, kemasan sederhana sebanyak 231 ribu kilo liter, dan migor curah 2,4 juta kilo liter.