RSPI Sulianti Saroso Jadi RS Rujukan Pasien Hepatitis Misterius
Kementerian Kesehatan menunjuk Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso Jakarta sebagai fasilitas pelayanan rujukan bagi pasien bergejala hepatitis misterius. Kemenkes menyebut, terdapat tiga pasien anak di Jakarta yang meninggal diduga akibat hepatitis akut bergejala berat ini.
"Pemerintah sudah menunjuk RSPI Sulianti Saroso dan Laboratorium Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia untuk menjadi rujukan pemeriksaan spesimen hepatitis akut karena banyak hal yang perlu diinvestigasi," kata perwakilan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Hanifah Oswari dalam konferensi pers virtual, Kamis (5/5).
Hanifah mengatakan hepatitis akut bergejala berat hingga kini masih dalam proses investigasi oleh berbagai pakar maupun organisasi kedokteran di dunia, termasuk Indonesia. Saat ini, IDAI telah menyusun tata laksana awal untuk mencegah pemburukan gejala pada pasien yang dapat diterapkan di setiap tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan.
"Bagi tenaga medis telah dipersiapkan protokol penanganan pasien secara detail dan sudah disampaikan ke seluruh organisasi profesi dan manajemen rumah sakit," kata dia.
Ia berharap pelayanan di RSPI Sulianti Saroso maupun Laboratorium FKUI dapat mengungkap penyebab virus maupun pertanyaan publik terkait banyaknya anak-anak yang terkena hepatitis akut berat di sejumlah negara. Dokter spesialis anak di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading Jakarta itu mengatakan, pemerintah daerah juga diharapkan dapat mempersiapkan fasilitas pelayanan kesehatan rujukan bagi pasien dengan keluhan penyakit hepatitis.
Keluhan yang kerap dialami pasien hepatitis akut berat di antaranya mual, muntah, diare, ikterus (kuning di kulit dan mata), tinja berwarna pucat (58% kasus), demam (29% kasus), serta peningkatan enzim hati hingga 500 u/L.
Direktur Utama RSPI Sulianti Saroso Jakarta Mohammad Syahril mengatakan, pasien bergejala dapat mengakses puskesmas atau rumah sakit sebagai penanganan pertama jika mengalami gejala. "Kalau dirujuk ke rumah sakit ini, biasanya sudah dengan gejala yang lebih berat, misalnya kuning di mata atau seluruh badan dan tanda-tanda laboratorium yang tinggi. Jangan sampai pasien dibawa ke rumah sakit dalam kondisi yang sudah tidak sadar," katanya.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi mengatakan, semua kasus yang terkait pasien bergejala kuning (sindrom kuning) tersebut akan melibatkan tim laboratorium untuk memeriksa genom sikuensing agar diketahui secara pasti yang bersangkutan terinfeksi Hepatitis A, B, D, E atau negatif.
"Kami juga akan memperkuat fasilitas rumah sakit rujukan untuk penanganan hepatitis akut bergejala berat di RSPI Sulianti Saroso termasuk penegakan diagnosis berdasarkan hasil laporan laboratorium," katanya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan penyakit hepatitis akut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) setelah wabah misterius ini menjangkiti 169 anak di 12 negara. Wabah ini terbilang masih misterius lantaran penyebabnya belum diketahui secara pasti.
Profesor dan pakar kesehatan digital Bruce Y Lee mengungkapkan beberapa studi yang mengindikasikan adanya pengaruh efek vaksin Covid-19 terhadap penyakit hepatitis akut. Studi tersebut salah satunya diterbitkan dalam Journal of Hepatology pada 21 April 2022.
Laporan kasus tersebut menggambarkan apa yang terjadi pada seorang pria berusia 52 tahun di Jerman yang menderita hepatitis dua akut hingga tiga minggu setelah dia mendapatkan vaksin mRNA Pfizer Covid-19. Sampel hatinya menunjukkan bukti peradangan serta adanya sel T atau dikenal sebagai limfosit T, adalah sel darah putih yang melayani berbagai fungsi perlindungan kekebalan tubuh.
Kehadiran sel T sangat menunjukkan bahwa peradangan hati pria itu mungkin disebabkan oleh respons sistem kekebalannya terhadap vaksinasi terhadap Covid-19.
Meski begitu, kata Bruce, hipotesis terkait efek samping dari vaksin Covid-19 saat ini tidak didukung karena sebagian besar anak-anak yang terkena wabah belum divaksin Covid-19.
Sementara itu, Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Zubairi Djoerban menyebut, hipotesis yang menyebutkan penyakit hepatitis akut belum didukung oleh data dari hasil penelitian. Adapun Kemenkes menyebut dua dari tiga pasien anak yang meninggal akibat hepatitis akut ini sudah divaksinasi Covid-19.