Inflasi Inggris Masih Menanjak Capai 9,1% Akibat Lonjakan Harga Pangan
Harga makanan dan energi yang terus melonjak di Inggris memperdalam krisis biaya hidup di negara tersebut. Inflasi Inggris pada Mei 2022 menembus 9,1% secara tahunan, menandai inflasi tertinggi sejak 1989.
Harga konsumen naik 0,7% secara bulanan pada Mei, sedikit di atas ekspektasi sebesar 0,6% tetapi jauh di bawah kenaikan bulanan 2,5% pada April. Ini menunjukkan bahwa inflasi agak melambat.
Kantor Statistik Nasional Inggris pada Rabu (22/6) mengatakan bahwa perkiraannya menunjukkan, inflasi akan bertahan lebih tinggi seperti yang terjadi pada tahun 1982. Pada tahun tersebut, inflasi sempat mencapai 11% pada Januari dan turun menjadi 6,5% pada Desember,
Kontribusi kenaikan inflasi terbesar di Inggris pada bulan lalu berasal dari perumahan dan jasa rumah tangga, terutama listrik, gas dan bahan bakar lainnya, serta transportasi takni bahan bakar motor dan mobil.
Indeks Harga Konsumen, termasuk biaya perumahan pemilik penghuni berada di kisaran 7,9% secara tahunan pada Mei, naik dari 7,8% di April.
“Kenaikan harga makanan dan minuman nonalkohol, dibandingkan dengan penurunan tahun lalu, menghasilkan kontribusi kenaikan terbesar terhadap perubahan tingkat inflasi 12 bulan CPIH dan CPI antara April dan Mei 202,” kata ONS dalam laporannya.
Bank of England pada pekan lalu menerapkan kenaikan suku bunga kelima berturut-turut, meskipun tak seagresif yang terlihat di AS dan Swiss karena tampaknya ingin menjinakkan inflasi tanpa menambah perlambatan ekonomi saat ini. Suku bunga bank utama saat ini berada pada level tertinggi 13 tahun di 1,25%. BoE memperkirakaninflasi CPI melebihi 11% pada bulan Oktober.
Regulator energi Inggris meningkatkan batas harga energi rumah tangga sebesar 54% sejak 1 April untuk mengakomodasi lonjakan harga energi grosir, termasuk rekor kenaikan harga gas, dan tidak mengesampingkan kenaikan lebih lanjut pada batas tersebut pada tinjauan berkala ini.
Sebuah survei baru-baru ini menunjukkan bahwa seperempat warga Inggris terpaksa melewatkan waktu makan karena tekanan inflasi dan krisis pangan.
Selain guncangan eksternal akibat perang Rusia dan Ukraina, Inggris juga menghadapi tekanan domestik, seperti pelonggaran kebijakan pemerintah, dukungan fiskal era pandemi bersejarah, dan efek dari Brexit.