Indonesia Tak Bisa Penuhi Banjir Permintaan Gas Eropa, Ini Penyebabnya
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengakui Indonesia menerima permintaan Liquefied Natural Gas (LNG) dari sejumlah negara Eropa imbas langkah diputusnya aliran gas dari Rusia. Meski demikian, Indonesia tak dapat memenuhi permintaan tersebut.
"Ada permintaan dari Eropa karena terbatasnya gas dari Rusia. Tapi kita belum dapat memenuhinya, kita baru dapat memenuhi penyaluran untuk kontrak yang sudah eksisting," kata Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief Setiawan Handoko saat ditemui wartawan di Kantor SKK Migas pada Jumat (15/7).
Ia menjelaskan, pasokan LNG dalam negeri saat ini dioptimalkan untuk kebutuhan domestik dan ekspor ke perusahaan yang sudah memiliki kontak berjalan. Sejak 2012, mayoritas pasokan LNG di dalam negeri digunakan untuk kebutuhan industri dan listik domestik.
Pemerintah Eropa saat ini tengah mempersiapkan langkah darurat untuk pasokan gas yang makin menipis setelah mereka menghentikan impor energi dari Rusia. Para Menteri Energi anggota Uni Eropa (UE) telah berkumpul di Luksemburg pada 27 Juni lalu untuk merumuskan sejumlah langkah tersebut. Adapun pada bulan ini, mereka akan kembali berkumpul untuk membahas opsi-opsi mengurangi penggunaan gas.
Saat ini, Eropa hanya memiliki dua opsi yakni mengimpor listrik dan meningkatkan produksi dari pembangkit nuklir dan energi terbarukan lainnya atau kembali ke batu bara.
Komisi Eropa mengatakan, gas dan LNG dari negara-negara lain termasuk Amerika Serikat dan Qatar tahun ini dapat menggantikan 60 bcm pasokan Rusia. Peningkatan penggunaan biometana dan hidrogen pada 2030 juga dapat membantu.
Sementara itu, proyek angin dan surya baru dapat menggantikan 20 bcm permintaan gas tahun ini. Kapasitas tiga kali lipat pada tahun 2030 untuk menambah 480 GW angin dan 420 GW energi matahari dapat menghemat gas hingga 170 bcm per tahun.