Data Pengguna Bocor, E-commerce Disarankan Adaptasi Blockchain
Jutaan data pengguna Tokopedia dan Bukalapak bocor hingga dijual di situs gelap. Para pelaku e-commerce pun disarankan untuk mengadaptasi teknologi blockchain yang menggunakan desentralisasi penyimpanan data agar kejadian serupa tak terjadi lagi.
CEO platform sertifikasi digital menggunakan blockchain Trusti, Damos Hanggara mengatakan penyimpanan data menggunakan blockchain lebih menjamin kedaulatan identitas pengguna. "Kedaulatan identitas ini penting karena saat ini marak dengan kebocoran data," kata dia dalam Webinar Blockchain & cryptocurrency pada Jumat (8/5).
Penyimpanan data di e-commerce saat ini menggunakan teknologi sentralisasi yang sudah terbukti rentan. Ia mencontohkan, kasus kebocoran data pengguna yang menimpa Tokopedia dan Bukalapak.
Sebanyak 15 juta data pribadi pengguna Tokopedia bocor dan dijual di situs gelap atau dark web baru-baru ini. Begitu juga dengan 13 juta data Bukalapak yang bocor tahun lalu.
(Baca: Mengapa E-commerce jadi Sasaran Empuk Pembobolan Data?)
Penyimpanan data menggunakan blockchain bersifat desentralisasi melalui teknik kriptografi. Data storage di blockchain menggunakan teknologi Inter Planetary File System (IPFS) yang memungkinkan data terdistribusi ke lintas simpul atau node di dalam jaringan.
"Identitas yang tersimpan di blockchain sulit dibaca pembobol, tapi mudah diverifikasi pemilik," kata Damos.
Meski begitu, CEO proyek blockchain lokal Vexanium Danny Baskara mengatakan adopsi blockchain di Indonesia masih sangat baru. Ia memperkirakanadopsi blockchain hingga menyasar e-commerce di Tanah Air membutuhkan waktu hingga 10 tahun. "Usecase-nya masih butuh waktu," ujar dia.
(Baca: Vexanium x Codepolitan Webinar : Membuat Smart Contract di Blockchain)
Adapun Head of Business Development of Indonesia Blockchain Technology Isybel Harto menjelaskan, pemanfaatan blockchain secara global hingga kini masih didominasi transaksi cryptocurrency sebesar 60%. Sementara 40% sisanya dimanfaatkan mulai dari layanan bisnis, keuangan, infrastruktur, dan sebagainya.
Ia mengatakan, adopsi blockchain harus dilakukan secara bertahap dari sekarang. Dalam 10 tahun yang akan datang, blockchain akan menjadi tantangan bagi aplikasi yang berkembang saat ini. "10 tahun lagi blockchain bisa ganti OVO dan GoPay untuk sistem pembayaran," kata Isybel.
Teknologi blockchain memang diprediksi memiliki potensi untuk meraup pendapatan dari pasar global. Proyeksinya terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2023, blockchain diproyeksikan bernilai US$ 23,2 miliar.