Tak Ada Bukti Pencurian Data, Pejabat Tetap Diimbau Tak Gunakan Tiktok

Cindy Mutia Annur
27 Juli 2020, 20:07
tiktok, tiongkok, pencurian data, kebocoran data
123RF.com/Alexey Malkin
Hingga akhir Juni 2020, Tiktok telah diunduh lebih dari 30,7 juta di Indonesia.

Tiktok dituding mengambil data pribadi pengguna dan memberikannya kepada pemerintah Tiongkok. Meski tak ditemukan bukti terkait hal tersebut, pakar informasi dan teknologi mengimbau agar pejabat dan politisi tidak menggunakan aplikasi video pendek besutan Bytedance tersebut. 

Peneliti Keamanan Siber Communication Information System Security Research Center  Pratama Persadha mengatakan, pihaknya  sempat melakukan riset dan analisis terhadap aplikasi Tiktok. Dari hasil analisis tersebut, aliran data pada aplikasi tersebut secara umum tak mencurigakan.

Advertisement

Pengecekan antara lain dilakukan pada alamat ip 161.117.197.194 yang menuju Singapura, lalu 152.199.39.42 yang menuju Amerika Serikat. Bahkan, saat dites dengan malware analysis yang menggunakan sample dari 58 vendor antivirus, malware juga tidak ditemukan.

“Tidak ada aktivitas mencurigakan saat menginstal TikTok, tidak ada malware yang bersembunyi. Bila memang mengandung malware, sebenarnya bukan hanya AS yang akan melarang TikTok, tapi Google akan menghapus TikTok dari Playstore mereka. Tapi hal ini juga tidak dilakukan Google,” ujar Pratama dikutip dari siaran pers, akhir pekan lalu (25/7). 

Saat ini, Eropa tengah melakukan pengawasan data secara ketat lantaran khawatir Tikyok digunakan untuk spionase. Hal yang sama juga sebenarnya dapat diarahkan ke perusahaan-perusanaan teknologi AS. Apalagi, AS memiliki aturan foreign surveillance Act yang memungkinkan pihak aparat di AS untuk masuk dan mengambil data raksasa teknologi.

“Yang paling masuk akal dilakukan adalah, para pejabat penting dan lingkarannya jangan bermain TikTok, bila memang khawatir," ujar Pratama.

 Adapun jika para pejabat atau politisi tetap butuh menggunakan Tiktok untuk melakukan branding diri atau lembaga, ia menyarankan agar menggunakan gawai yang berbeda dari penggunaan sehari-hari. 

Pratama pun mengimbau untuk mengatur pengamanan pengaturan privasi pengguna di perangkatnya lewat perizinan alias permission di tiap aplikasi. Permission adalah permintaan  dari aplikasi untuk kebutuhan aplikasi, yang muncul dengan sederet keterangan, meminta akses kamera, mikropon, telepon, log dan lainnya.

Kebanyakan pengguna meremehkan pengaturan permission dan menganggap pesan tersebut hanya informasi saja. Padahal, ini merupakan hal yang sangat penting. Untuk mengatur permission pada aplikasi TikTok, pengguna dapat memilih bagian setting, lalu klik Apps, pilih TikTok dan App Permissions.

Selanjutnya, lihat bagian yang diakses untuk kamera, kontak, lokasi, ruang penyimpanan, dan lainnya. Pengguna bisa menggesernya untuk menonaktifkan izin aplikasi dan mengubah akses perangkat.

Sebelumnya, Pratama menilai bahwa kabar pencurian data di aplikasi TikTok terkait persaingan bisnis dan politik. Meski begitu, ia meminta pengguna tetap berhati-hati. “Pengguna harus memastikan untuk memperbarui sistem operasi dan semua aplikasi pada perangkat yang dipakai agar celah keamanan bisa diperbarui," ujar Pratama kepada Katadata.co.id, Jumat (3/7).

Spesialis Keamanan Teknologi Vaksincom Alfons Tanujaya mengatakan, belum ada bukti bahwa TikTok melakukan pencurian data pengguna. Pengambilan data tidak bermasalah, jika pengguna menyetujui syarat dan ketentuan saat membuat akun.

Hal serupa juga dilakukan oleh perusahaan teknologi lain seperti Instagram, Google Maps, Facebook. “Belum ada bukti solid. Kabar itu hanya kekhawatiran kalau data pengguna disalahgunakan dan diserahkan ke pemerintah Tiongkok," ujar Alfons kepada Katadata.co.id, Jumat (3/7).

Halaman:
Reporter: Cindy Mutia Annur
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement