PLN Diminta Tak Monopoli Hak Serifikat Energi Baru dan Terbarukan

Muhamad Fajar Riyandanu
16 Agustus 2022, 07:44
energi baru terbarukan, EBT, energi baru, PLN
ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/aww.
Ilustrasi.

Para pelaku industri energi terbarukan meminta PT Perusahaan Listrik Negara Tbk (PLN) tak memonopoli penerbitan Sertifikat Energi Baru Terbarukan (EBT) atau Renewable Energy Certificate (REC). Para pengusaha menilai, pihak swasta seharusnya dapat menerbitkan sertifikat selama tak diperjanjikan dalam perjanjian jual beli listrik atau Power Purchase Agreement (PPA) dan sudah mendaftarkannya di instrumen pasar REC. 

Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Fabby Tumiwa mengatakan PLN tidak bisa secara sepihak menjadi institusi tunggal yang berhak mengeluarkan REC untuk Perusahaan pembangkitan independen (IPP).

Advertisement

"IPP tidak boleh dipaksa oleh PLN untuk menyerahkan atribusi penurunan emisi dalam bentuk REC kepada PLN. Apa yang membuat PLN bisa memonopoli itu, aturannya tidak ada," kata Fabby saat dihubungi Katadata.co.id, pada Senin (15/8). 

Dalam surat bernomor 43803/KEU.01.02/D01020300/2022 tertanggal 2 Agustus 2022, PLN menegaskan bahwa penerbitan REC dan sumber pembangkit renewable yang ada di sistem kelistrikan PLN (baik pembangkit PLN atau IPP) hanya dilakukan oleh PLN. BUMN kelistrikan ini juga menegaskan bahwa pihak IPP tidak diperkenankan melakukan penjualan atribut Green Energy secara langsung ke pasar. 

Menurut Fabby, pihak swasta berhak mengeluarkan REC selama ketentuan yang tersebut tidak diatur dalam PPA. Namun, hal ini memang dapat berlaku lain jika pembangkit EBT yang sudah berkontrak dengan PLN dan produksi energinya dibeli oleh PLN dan disalurkan oleh PLN. "Maka yang berhak mengklaim REC dan berhak mengklaim atribusinya itu adalah PLN," jelas Fabby.

Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Priyandaru Effendi. Dia mengatakan, selama tidak diperjanjikan di dalam PPA, maka pengembang listrik dari EBT dapat mengeluarkan sertifikat energi terbarukan selama pengembang tersebut sudah mendaftar di instrumen pasar REC. Artinya, selama tidak diatur di PPA, pengembang listrik dari EBT tetap bisa mengeluarkan sertifikat EBT untuk menjual energi hijau langsung ke pasar.

"Boleh dengan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. Kami semua peengembang panas bumi yang sudah berproduksi mendapatkan surat pemberitahuan dari PLN. REC ini kan barang baru, perlu duduk bersama untuk mendiskusikannya, perlu diskusi lanjutan antara asosiasi dengan PLN," kata Priyandaru melalui pesan teks pada Senin (16/8).

Praktik Green Washing

Fabby menilai, skema penerbitan REC oleh PLN adalah instrumen untuk praktik green washing karena tidak berkolerasi dengan pemambahan kapasitas listrik dari EBT. REC merupakan produk layanan PLN yang mengakomodasi keinginan perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan pengakuan bahwa listrik yang dimanfaatkannya bersumber dari EBT.

Ia juga menyoroti langkah PLN yang membatasi konsumen untuk menggunakan PLTS atap. PLN membatasi penggunaan PLTS Atap maksimal 15% dari kapasitas listrik yang terpasang. Ia pun meminta ketentuan REC diatur dalam RUU EBT yang kini tengah berproses.

"Misal ada industri yang menggunakan 3.000 kwh dan dia mau pasang PLTS Atap 3.000 kwh juga tapi enggak boleh sama PLN. Jadi seolah kamu saya izinkan hanya 15%, sisanya kamu beli REC dari PLN'. Ini yang namanya green washing," kata Fabby.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement