Para Kepala Negara G20 Akan Ikut Tanam Mangrove di Bali, Apa Maknanya?

Agustiyanti
4 November 2022, 11:05
mangrove, G20, KTT G20
ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/tom.
Pekerja menata bibit mangrove pada area showcase mangrove di kawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Rabu (19/10/2022). Kegiatan tersebut merupakan upaya secara masif rehabilitasi dan konservasi mangrove menyusul kawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai sebagai "showcase" dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada November 2022 mendatang.

Pemerintah mengagendakan penanaman bakau atau mangrove oleh pemimpin negara G20 di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada 15 November 2022. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menekankan pentingnya penanganan krisis iklim.

“Salah satu tema yang dipilih adalah transisi energi, termasuk soal lingkungan hidup. Sebagai salah satu negara dengan hutan mangrove terbesar, diharapkan agenda ini bisa menginspirasi dunia,” kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong, Jakarta, Kamis (3/11/2022).

Salah satu kewenangan Indonesia sebagai pemegang tampuk presidensi G20 adalah menentukan tema konferensi. Tiga isu utama yang diagendakan pemerintahan Joko Widodo untuk KTT G20 adalah penanganan kesehatan yang inklusif, transformasi berbasis digital, dan transisi menuju energi bekelanjutan.

Agenda para pemimpin G20 menanam mangrove akan dilaksanakan pada 15 November 2022 di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai di Denpasar, Bali. “Agenda itu sebagai bentuk kepedulian kita terhadap lingkungan hidup karena mangrove mampu menyerap karbon, memproteksi lahan, dan mencegah abrasi laut,” ujar Usman.

Presiden Jokowi mengunjungi hutan mangrove yang akan menjadi salah satu venue pertemuan pemimpin G20 setahun sebelumnya.

"Ini adalah concern kita terhadap lingkungan, terhadap penghutanan kembali, baik mangrove maupun tropical rainforest sehingga para pemimpin yang diundang bisa melihat langsung," ujar Jokowi.

Tahura Ngurah Rai berada memiliki luas 1.373,5 hektare, terbentang di dua daerah tingkat dua yakni Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Tahura ini memiliki 33 jenis mangrove, dengan terbanyak jenis perapat atau pidada putih yang dalam bahasa Bali disebut prapat --sehingga masyarakat lokal juga menyebut lokasi ini sebagai Tahura Prapat.

Panitia sudah menyiapkan bangunan kayu berbentuk elips tempat para pemimpin G20 berdiri dan menanam mangrove di lokasi. Serangkai mangrove Rhizhopora apiculata membentuk tulisan “G20” di tengahnya. Panitia menyediakan puluhan lobang tanam yang akan dimasukkan bibit mangrove Rhizopora mucronata oleh para tamu, termasuk Presiden Jokowi.

Merujuk data Badan Pusat Statistik per Desember 2021, luas ekosistem mangrove atau bakau di Indonesia mencapai 3,63 juta hektare (Ha) atau 20,37 persen dari total dunia. Papua menjadi pulau dengan ekosistem mangrove terluas mencapai 1,63 juta Ha, disusul Sumatera 892,835 Ha, Kalimantan 630.913 Ha. Adapun Bali menjadi pulau dengan ekosistem mangrove terkecil yakni 1.894 Ha

Luasan itu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan hutan mangrove terluas di dunia, menyusul Brasil di posisi kedua dengan 1,3 juta Ha, lalu diikuti Nigeria (1,1 juta Ha), Australia (0,97 juta Ha), dan Bangladesh (0,2 juta Ha).

Senada, Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Cecep Kusmana juga melihat peran penting mangrove dalam penanganan perubahan iklim. Mangrove, dapat menyimpan karbon 3-5 kali lebih banyak dibanding hutan tropis dataran rendah. "Ekosistem mangrove berperan sangat besar dalam pengendalian iklim global," ujarnya.

Mengutip laman Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), mangrove memiliki banyak manfaat bagi ekosistem. Mangrove dapat menyuburkan tanah di sekitarnya, menjadi hunian bagi ikan-ikan kecil dan kepiting, menjernihkan air, melindungi pantai dari erosi karena mengadang hempasan ombak secara langsung, mengatasi banjir kawasan pesisir, dan dapat diolah menjadi pakan ternak.

Ekosistem mangrove secara ekonomi menyimpan potensi besar. Bagi masyarakat di sekitar, mangrove dapat diolah menjadi ragam hiasan atau kerajinan. Adapun bagi pemerintah, pengembangan ekosistem mangrove dapat menjadi tambahan pendapatan negara lewat perdagangan karbon. Harga jual karbon dunia berkisar US $5-10 per ton CO2.

Adapun dengan luas hutan bakau mencapai sekitar 3 juta hektare yang mampu menyerap emisi karbon sekitar 950 ton, pemerintah bisa mendapat tambahan hampir Rp 2.400 triliun dari perdagangan karbon. Pendapatan negara bisa lebih tebal jika menghitung perdagangan karbon dari hutan tropis dan lahan gambut.

Data Kementerian Koordinator Bidang Kematiriman dan Investasi, hutan tropis Indonesia merupakan ketiga terbesar di dunia dengan luas area 125,9 juta hektare yang dapat menyerap emisi karbon sebesar 25,18 miliar ton. Sementara untuk gambut, Indonesia merupakan negara dengan cakupan terluas di dunia dengan 7,5 juta hektare yang mampu menyerap emisi karbon sekitar 55 miliar ton.

Mengakumulasi tiga hal tersebut, maka Indonesia bisa menyerap setidaknya 113 gigaton emisi karbon. Jika dijual dengan perhitungan terendah US$5, maka pemerintah berpotensi menambah pendapat negara mencapai US$565 miliar atau sekitar Rp 8.000 triliun.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...