Strategi Emiten Hotel, Jaya Ancol hingga KFC Bertahan Akibat Pandemi

Image title
30 Mei 2020, 15:11
pandemi corona, kinerja emiten, emiten pariwisata, emiten perhotelan
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.
Ilustrasi. Industri pariwisata diperkirakan kehilangan pendapatan dari wisatawan asing sebesar US$ 4 miliar atau sekitar Rp 60 triliun sejak Januari hingga April 2020.

Pandemi Covid-19 membawa dampak langsung kepada bisnis perusahaan yang bergerak di sektor pariwisata. Pasalnya, salah satu cara menekan penyebarannya, dengan melakukan karantina secara mandiri dan tidak melakukan pertemuan secara besar-besaran.

Hal tersebut membuat banyak tempat wisata, hotel, maupun restoran menjadi sepi pengunjung. Akibatnya, pelaku usaha pun menutup atau membatasi kegiatan operasional perusahaannya untuk menekan biaya operasional selain karena juga mengikuti anjuran pemerintah. 

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia mencatat, hingga 13 April 2020, anggotanya telah menutup 1.642 hotel dan 353 restoran atau tempat hiburan yang tak beroperasi. Industri pariwisata pun kehilangan potensi pendapatan dari wisatawan asing sebesar US$ 4 miliar atau sekitar Rp 60 triliun sejak Januari hingga April 2020.

Memang yang paling berat pekerja di sektor pariwisata, terdampak paling awal," kata Ketua PHRI Hariyadi Sukamdani dalam video conference, Kamis (16/4).

Meski begitu, beberapa upaya dilakukan oleh pelaku usaha di sektor pariwisata di tengah sepinya pelancong. Beberapa perusahaan yang sahamnya dimiliki publik di sektor ini, baik tempat wisata, hotel, maupun restoran, menjabarkan strategi bertahan di tengah Covid-19.

(Baca: Efek Covid, Operasional Gudang Garam Setop Sementara & Penjualan Turun)

PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA)

Pandemi Covid-19 juga menyerang tempat-tempat rekreasi, salah satunya pengelola Taman Impian Jaya Ancol ini. Perusahaan melakukan penutupan sementara untuk unit-unit bisnis rekreasi, retail, dan resort sesuai dengan instruksi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

"Demi kenyamanan, keamanan dan kesehatan semua stakeholders," tulis manajemen melalui keterbukaan informasi.

Penutupan operasional tersebut, berkontribusi sebesar 51%-75% dari total pendapatan perseroan sepanjang 2019 lalu. Hal itu diprediksi berdampak pada penurunan pendapatan di bawah 25% dan turunnya laba bersih lebih dari 75% secara tahunan pada periode Maret-April 2020.

Mengantisipasi dampak penurunan kinerja, Jaya Ancol mengambil strategi untuk memangkas pengeluaran pada biaya operasional dan belanja modal. Beberapa rencana proyek inovasi dan renovasi dilakukan evaluasi berdasarkan skala prioritas tahun ini.

"Sementara itu, selama masa tutup, semua biaya harus melalui persetujuan dua direksi sebagai mitigasi biaya operasional yang paling efisien," tulis manajemen menerangkan.

Meski begitu, Jaya Ancol mengaku tidak melakukan pemutusan hubungan kerja kepada 801 karyawannya saat ini. Seluruh karyawan juga tidak dirumahkan oleh perusahaan dan tidak ada pemotongan gaji lebih dari 50%.

Adapun selama dilakukan penutupan, terdapat perubahan pola kerja yang diterapkan bagi karyawan secara terbatas. Jaya Ancol membagi dua grup kerja yaitu bekerja dari rumah dan dari kantor sesuai fungsi pekerjaan.

Seluruh unit rekreasi, diperbaiki dan dibersihkan secara menyeluruh selama pelancong tidak dibolehkan berekreasi. Saat ini sebanyak lebih dari 80% karyawan bekerja dengan metode work from home.

ANCOL DITUTUP UNTUK ANTISIPASI CORONA
ANCOL DITUTUP UNTUK ANTISIPASI CORONA (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.)

 

PT MNC Land Tbk (KPIG)

Perusahaan milik Hary Tanoesoedibjo yang bergerak di bisnis properti, perhotelan, dan perkantoran ini, mengaku terdampak oleh pandemi Covid-19. Kegiatan operasional tetap berjalan, namun dengan memperhatikan ketentuan pembatasan yang telah diberlakukan oleh pemerintah

Perseroan telah menerapkan prosedur dan pembatasan operasional di lingkungan proyek, kantor, dan hotel. Seperti pembatasan interaksi sosial atau kontak fisik, pembatasan aktivitas tamu, penyesuaian jumlah kamar hotel, dan penutupan fasilitas layanan hotel yang dapat menciptakan kerumunan orang.

Kegiatan operasional yang dibatasi tersebut, berkontribusi 25%-50% pada total pendapatan konsolidasi sepanjang 2019. Meski diperkirakan pendapatan turun di bawah 25% secara tahunan pada periode Maret-April 2020, namun manajemen memprediksi laba bersih pada periode itu turun di atas 75% secara tahunan.

Manajemen MNC Land telah melaksanakan evaluasi dan penyesuaian proses kerja dalam berbagai aspek, termasuk efisiensi biaya operasional. Perseroan melakukan penyesuaian atau penundaan belanja modal berdasarkan skala prioritas, dan juga berupaya untuk melakukan inovasi dalam pemasaran produk dan jasa.

"Selain itu, Perseroan juga melakukan evaluasi dan negosiasi ulang terhadap perjanjian-perjanjian dengan pihak ketiga, termasuk kreditur, kontraktor, dan pemasok untuk mengurangi beban Perseroan," ujar manajemen dikutip dari keterbukaan informasi.

MNC Land mengaku bahwa pandemi Covid-19 ini membawa dampak pada kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban pokok dan bunga utang. Pasalnya, MNC Land memiliki kewajiban senilai Rp 121,79 miliar yang jatuh tempo dalam jangka pendek.

(Baca: Mengincar Pajak dari Streaming Video dan Musik)

PT Hotel Sahid Jaya International Tbk (SHID)

Hotel Sahid Jaya mengaku terdampak Covid-19 karena sebagian besar kegiatan operasionalnya terhenti. Dari jumlah kamar yang tersedia sebanyak 560 kamar, hanya sekitar 100 kamar yang dioperasionalkan oleh manajemen.

"Usaha utama Hotel Sahid Jaya adalah perhotelan beserta fasilitasnya, sehingga sebagian besar fasilitas usaha tidak dioperasionalkan," kata manajemen dikutip dari keterbukaan informasi.

Fasilitas tempat pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran (MICE) milik perusahaan, tidak beroperasi sama sekali. Lalu, hanya satu dari lima restoran yang yang dioperasikan di tengah pandemi ini.

Sementara, pada entitas anak, PT Sahid International Management & Consultant, sebagian besar hotel ditutup operasionalnya. Beberapa lokasi hotel yang ditutup ada di Yogyakarta, Solo, Surabaya, Manado, dan Lampung.

Akibat penghentian operasional tersebut, Hotel Sahid Jaya pun terpaksa merumahkan 495 karyawannya dari total 615 karyawan. Selain itu, seluruh karyawan perusahaan terkena dampak pemotongan gaji hingga 50%.

Kontribusi dari kegiatan operasional yang dihentikan terhadap pendapatan perusahaan pada 2019, mencapai 51%-75%. Sehingga, diperkirakan adanya penurunan pendapatan pada periode Maret-April 2020 sebesar 25%-50% dan laba bersih turun lebih dari 75%.

Dengan penurunan pendapatan yang sangat signifikan,berdampak pada kemampuan Hotel Sahid Jaya dalam memenuhi semua kewajibannya. Salah satu kewajiban jangka pendek perusahaan senilai Rp 51,42 miliar, berupa pokok utang dan bunganya.

Untuk bisa memenuhi semua kewajiban, maka manajemen melakukan penghematan untuk mengurangi beban perusahaan dengan melakukan berbagai langkah. Seperti mengajukan relaksasi pembayaran kewajiban kepada bank dan perusahaan leasing.

Lalu, melakukan efisiensi biaya secara besar-besaran untuk semua lini pengeluaran. Caranya dengan menutup sebagian besar fasilitas pelayanan hotel sehingga akan menurunkan beban overhead dan beban utilitas.

Begitu juga dengan merumahkan sebagian besar karyawan dan hanya mempekerjakan sebagian kecil karyawan dengan pembayaran gaji karyawan yang bekerja sesuai kemampuan alias tidak penuh.

Halaman Selanjutya: Nasib KFC hingga Pizza Hut

Halaman:
Reporter: Ihya Ulum Aldin
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...