Kontraksi Ekonomi Diramal Berlanjut Kuartal III, RI Berpotensi Resesi

Agustiyanti
5 Agustus 2020, 15:33
Pertumbuhan ekonomi, resesi ekonomi, ekonomi terkontraksi, pandemi corona
ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.
Ilustrasi. Ekonom Faisal Basri menilai pemerintah tak perlu memaksakan diri agar Indonesia terhindar dari resesi karena justru akan membuat ongkos ekonomi lebih mahal.

Pertumbuhan ekonomi pada kuartal II terkontraksi cukup dalam sebesar 5,32% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, lebih buruk dari prediksi pemerintah  negatif 4,3%.Kontraksi ekonomi diperkirakan akan berlanjut pada kuartal ketiga sehingga Indonesia berpotensi mengalami resesi. 

Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri memperkirakan kontraksi ekonomi akan berlanjut pada kuartal ketiga mendatang, meski tak sedalam kontraksi pada April-Juni 2020. Apalagi, pandemi Covid-19 di Indonesia belum kunjung mencapai puncak kurva. 

Advertisement

"Besar kemungkinan kontraksi ekonomi bakal berlanjut pada kuartal mendatang walaupun tak sedalam kuartal kedua. Jika demikian, berarti dua kuartal berturut-turut mengalami kontraksi, sehingga Indonesia bakal memasuk resesi," tulis Faisal dalam situs pribadinya, Rabu (5/88).

Faisal menilai pemerintah tak perlu memaksakan diri agar Indonesia terhindar dari resesi ekonomi. Jika dipaksakan, resesi berpotensi lebih panjang sehingga menelan ongkos ekonomi dan sosial kian besar.

Adapun pada kuartal kedua tahun ini, dua sektor yang terimbas paling berat akibat pandemi Covid-19 yaitu  Transportasi, serta akomodasi dan makan minum, masing-masing mengalami kontraksi sebesar 30,8 persen dan 22 persen pada kuartal II 2020 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun, karena sumbangan kedua sektor ini pada perekonomian relatif kecil, maka pengaruhnya terhadap perekonomian tak dominan. 

Industri manufaktur yang merupakan penyumbang terbesar  PDB dengan kontribusi mencapai 19,8% juga mengalami kontraksi cukup dalam, yaitu 6,2 persen. Dari 15 kelompok industri, hanya empat yang masih tumbuh, sedangkan 11 sisanya mengalami kontraksi. Industri alat angkutan menderita kontraksi terparah sebesar 34,3 persen. "Gelagatnya sudah terlihat dari data penjualan sepeda motor dan otomotif," katanya. 

Konsumsi rumah tangga yang merupakan komponen terbesar  berdasarkan pengeluaran dalam PDB dengan kontribusi 58 persen juga akhirnya merosot atau mengalami kontraksi sebesar 5,51 persen.  "Kejadian ini hampir hampir sama parahnya dengan krisis 1998 ketika pertumbuhan konsumsi rumah tangga  minus 6,17 persen," katanya. 

Sebelum krisis ekonomi 1998, menurut Faisal, konsumsi rumah tangga hanya dua kali mengalami kontraksi sejak 1960, yakni pada 1963 sebesar 3,95 persen dan 1966 sebesar 1,46 persen.

Adapun kemerosotan PDB pada kuartal II 2020 dinilai antara lain tertolong oleh impor yang merosot lebih tajam ketimbang ekspor atau menghasil net ekspor. Impor terkontraksi 16,96%, sedangkan ekspor -11,6%.  Suntikan APBN berupa bantuan sosial bagi penduduk miskin dan rentan serta terdampak pandemik Covid-19  juga sangat membantu untuk menahan kemerosotan lebih dalam.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement