Multifinance Restrukturisasi Pinjaman 4 Juta Nasabah Senilai Rp 124 T

Image title
12 Agustus 2020, 18:40
restrukturisasi kredit, multifinance, pinjaman, perusahaan multifinance
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Ilustrasi. Hingga Mei 2020, mayoritas atau 82% pendanaan perusahaan pembiayaan yang mencapai Rp 282,79 triliun berasal dari pinjaman.

Otoritas Jasa Keuangan menyebut sebanyak 182 perusahaan pembiayaan atau multifinance telah menerima permohonan restrukturisasi dari 4,8 juta kontrak pinjaman hingga 11 Agustus 2020. Total outstanding pokok pinjaman dalam kontrak tersebut mencapai Rp 150,43 triliun dengan bunga sebesar Rp 38,03 triliun. 

Kepala Departemen Pengawasan IKNB II B OJK Bambang W. Budiawan menjelaskan bahwa dari total tersebut, terdapat 4,18 juta kontrak yang disetujui oleh perusahaan pembiayaan untuk direstrukturisasi. Total outstanding pokoknya sebesar Rp 124,34 triliun dengan bunga mencapai Rp 31,73 triliun.

Advertisement

Sementara, kontrak yang permohonannya masih dalam proses tercatat sebanyak 350 ribu kontrak dengan outstanding pokok senilai Rp 16,34 triliun dan bunga Rp 3,9 triliun. Adapun permohonan yang tidak sesuai dengan kriteria tercatat sebanyak 285 ribu dengan pokok Rp 9,75 triliun dan bunga Rp 2,4 triliun.

Bambang mengatakan bahwa restrukturisasi perusahaan pembiayaan yang cukup besar tersebut dapat berpengaruh pada arus kas perusahaan. Pasalnya, perusahaan pembiayaan akan kesulitan untuk melakukan pertumbuhan jika tidak ada arus kas.

"Ada pasar, ada niche market di sana, ada project yang harus dibiayai. Kalau cashflow-nya masih kering, ini akan menyulitkan mereka untuk tumbuh positif," kata Bambang dalam acara diskusi secara virtual, Rabu (12/8).

Meski begitu, restrukturisasi yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan ini perlu dilakukan secara hati-hati. Pasalnya, kemampuan dan kekuatan keuangan masing-masing perusahaan berbeda. Adapun hingga Mei 2020, perusahaan pembiayaan memiliki 23,35 juta kontrak debitur.

Selain itu, kondisi kesehatan perusahaan pembiayaan juga perlu dijaga sehingga restrukturisasi yang diberikan tidak mengakibatkan kegagalan dalam membayar atau memenuhi kewajibannya kepada krediturnya. "Ini akan memiliki dampak yang lebih luas bagi stabilitas perekonomian nasional," kata Bambang.

Hingga Mei 2020, mayoritas atau 82% pendanaan perusahaan pembiayaan yang mencapai Rp 282,79 triliun berasal dari pinjaman. Sementara, Rp 60,08 triliun atau 18% berasal dari penerbitan surat berharga.

Dari total pinjaman, rupiah masih menjadi sumber utama pendanaan perusahaan pembiayaan yaitu Rp 140,26 triliun atau 49,6%. Berikutnya ada pinjaman dalam dolar Amerika Serikat yang setara dengan Rp 120,92 triliun atau 42,76%. Lalu, pinjaman dengan mata uang yen Jepang Rp 20,84 triliun atau 7,37%.

Sementara, dari penerbitan surat utang, obligasi masih menjadi primadona. Perusahaan pembiayaan mengantongi pendanaan dari obligasi senilai Rp 53,43 triliun atau 89%. Sisanya dalam bentuk surat utang jangka menengah alias medium term note  senilai Rp 6,64 triliun atau 11% dari total penerbitan surat utang oleh perusahaan pembiayaan.

Dari sumber-sumber pendanaan tersebut, perusahaan pembiayaan pun melakukan program restrukturisasi kepada kreditur perbankannya. Bambang menjelaskan bahwa terdapat 26 perusahaan pembiayaan yang mengajukan restrukturisasi kepada krediturnya.

Sementara ada 118 perusahaan pembiayaan memiliki pendanaan dari kreditur tetapi belum mengajukan restrukturisasi. Padahal, perusahaan-perusahaan ini sudah melakukan restrukturisasi kepada debiturnya. "Belum mengajukan restrukturisasi kepada kreditur karena mereka tidak terafiliasi dengan pihak perbankan," kata Bambang.

Bank yang menjadi kreditur multifinance juga banyak yang tak memiliki kebijakan restrukturisasi kepada korporasi seperti multifinance. "Pinjaman perusahaan pembiayaan termasuk dalam kategori korporasi," kata Bambang.

OJK sendiri telah mengeluarkan Peraturan Nomor 14 Tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-19 Bagi Sektor Industri Keuangan Nonbank akibat Covid-19. Peraturan yang diluncurkan pada Maret 2020 lalu ini berlaku satu tahun, tetapi OJK mempertimbangkan untuk melakukan perpanjangan.

Halaman:
Reporter: Ihya Ulum Aldin
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement