Simalakama Menumpuk Utang untuk Anggaran Negara saat Pandemi

Agustiyanti
8 September 2020, 18:43
utang pemerintah, realisasi belanja, anggaran, utang pemerintah menumpuk, sri mulyani
rudall30/123RF
Ilustrasi. Total utang pemerintah yang ditarik melalui penerbitan SBN sepanjang tahun ini telah mencapai Rp 948 triliun.

Pemerintah tengah mendesain ulang anggaran negara agar tak perlu menarik utang saat kas negara masih menumpuk. Hingga kini, pemerintah masih gencar menarik utang meski realisasi belanja negara masih rendah.

Penarikan utang juga dilakukan pemerintah sebesar Rp 22 triliun pada hari ini, Selasa (8/9), melalui lelang surat utang negara. Dengan demikian, total utang pemerintah yang ditarik melalui penerbitan surat berharga negara sepanjang tahun ini mencapai Rp 948 triliun.

Berdasarkan data pengelolaan surat berharga yang dirilis Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, total penerbitan SBN hingga 25 Agustus 2020 mencapai 896,42 triliun. Penerbitan SBN dilakukan dalam bentuk surat utang negara baik domestik maupun global sebesar Rp 658,11 triliun, serta surat berharga syariah baik domestik maupun global Rp 248,32 triliun.

Pemerintah lantas pada 27 September menerbitkan SUN sebesar Rp 16,98 triliun dan SBSN Rp 3 triliun melalui private placement dengan pembeli Bank Indonesia. Setelah itu, pemerintah pada 1 September menggelar lelang SBSN dengan total penawaran yang dimenangkan hanya sebesar Rp 9 triliun.

Penerbitan SBN menjadi jurus utama pemerintah untuk menutup defisit anggaran yang diperkirakan mencapai Rp 1.039 triliun atau setara 6,34% terhadap produk domestik bruto. Total pembiyaan yang dibutuhkan untuk menutup defisit tersebut mencapai Rp 1.220 triliun. 

Gencarnya pemerintah menerbitkan utang tak lepas dari kebutuhan anggaran pemulihan ekonomi nasional yang mencapai Rp 695 triliun. Apalagi, pemerintah sebenarnya ingin mendorong belanja negara untuk mengungkit perekonomian meski penerimaan negara tengah seret.

"Kita tidak bisa mengharapkan lagi yang namanya investasi, itu pasti minus pertumbuhannya," kata Jokowi saat memberi pengarahan kepada para gubernur se-Indonesia di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (15/7) sebagaimana dikutip dari laman Setkab.go.id.

Meski demikian, realisasi belanja negara tak sesuai harapan. Hingga Juli 2020, belanja negara baru terserap Rp 1.252,42 triliun atau 45,72% dari target dalam Prepres 72 Tahun 2020 tentang perubahan APBN 2020. Realisasi tersebut bahkan lebih rendah dari capaian penerimaan yang mencapai 54,25% target. Alhasil, defisit aggaran baru mencapai Rp 330,17 triliun atau 2% dari PDB.

Realisasi anggaran program pemulihan ekonomi nasional bahkan lebih rendah lagi. Kementerian Keuangan mencatat realisasinya per 26 Agustus 2020 baru mencapai Rp 192,53 triliun atau 27,7 persen dari pagu anggaran senilai Rp695,2 triliun.

Anggota Komisi XI DPR Indah Kurnia mengkritik penyerapan belanja pemerintah yang kembali berulang tahun ini, yakni cenderung tinggi hanya pada kuartal III dan IV. Hal itu memberikan kesan pemerintah hanya berusaha memperhatikan optimalisasi penyerapan. Sementara efektivitas anggaran tak diperhatikan. "Padahal ini penting, apalagi di kondisi extra ordinary seperti saat ini," ujar Indah.

Anggaran Kelebihan Pembiayaan

Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual menjelaskan belanja negara yang lambat membuat anggaran pemerintah saat ini over financing alias kelebihan pembiayaan. Pasalnya,  pemerintah di sisi lain gencar menerbitkan utang untuk mengantisipasi kebutuhan belanja terutama di saat penerimaan negara tengah sulit seperti saat ini.

"Anggaran saat ini over financing, pastinya ada bunga yang harus dibayar," ujar David kepada Katadata.co.id, Selasa (8/9).

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...