30 Juta UMKM Bangkrut, Stimulus dari Pemerintah Dinilai Terlambat
Pemerintah menggelontorkan banyak stimulus untuk membantu usaha mikro, kecil, dan menengah di tengah masa sulit pandemi Covid-19. Namun, Asosiasi UMKM Indonesia menilai stimulus-stimulus yang digelontorkan terlambat menyelamatkan UMKM.
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Ikhsan Ingratubun mengungkapkan data yang dimiliki pihaknya mencatat terdapat 30 juta UMKM yang sudah bangkrut dari total 63 juta UMKM. "Karena sudah jatuh, omzet menurun, karyawan juga sudah dipulangkan, dan lainnya," kata Ikhsan dalam diskusi virtual, Selasa (8/9).
Dalam catatanya, terdapat 7 juta pegawai informal yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi. Ini pula menyebabkan tingkat daya beli masyarakat anjlok. Konsumsi rumah tangga pada kuartal kedua tahun ini yang turun dalam menyebankan ekonomi terkontraksi hingga mencapai 5,32% dibandingkan periode nyang sama tahun lalu.
Ikhsan pun menilai UMKM mau tak mau harus bangkit sendiri sebelum mendapat bantuan dari pemerintah. Apalagi, lembaga keuangan seperti pegadaian atau bank biasanya hanya memberikan pinjaman dana jika usaha memiliki prospek baik.
Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Kunta Wibawa Dasa Nugraha mencatat realisasi stimulus untuk Usaha Mikro Kecil Menengah hingga Agustus baru mencapai Rp 52,09 triliun atau 36,6% dari pagu anggaran. Ini disebabkan oleh pencairan yang lambat di awal.
"Bulan Juli hanya terserap Rp 1 triliun. Tapi, Agustus ini realisasi bertambah hampir Rp 21 triliun,” kata Kunta dikutip dari Antara.
Kunta memaparkan pemerintah telah mengalokasikan anggaran bantuan kepada UMKM mencapai Rp 123,47 triliun. Terdapat lima program yang diusung untuk mendukung pemulihan UMKM di masa pandemi COVID-19.
Pertama yaitu program subsidi bunga untuk UMKM dengan anggaran sebesar Rp 35,28 triliun. Namun, realisasinya hingga Agustus baru mencapai Rp 2,55 triliun. Kedua, insentif pajak berupa PPh final UMKM ditanggung pemerintah dengan anggaran Rp2,40 trliun. Realisasinya baru mencapai Rp 302 miliar.
Ketiga, penjaminan kredit modal kerja baru untuk UMKM melalui PT Jamkrindo dan PT Askrindo dengan anggaran Rp 6 triliun, baru terserap Rp 51,84 miliar. Keempat, penempatan dana untuk restrukturisasi dengan anggaran Rp 78,8 triliun. Penyerapannya mencapai Rp 41,2 triliun.
Kelima, pembiayaan investasi kepada koperasi melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah. Realisasinya mencapai 100% dari anggaran Rp 1 triliun.
“Kami tidak berhenti sampai di sini. Setelah selesai mendesain program inj, kami monitoring dan evaluasinya seperti apa. Kalau kondisinya akan naik seperti ini terus, harapan kami stimulus tadi akan terpakai semua,” katanya.
Selain bantuan-bantuan tersebut, pemerintah telah mengalokasikan anggaran Kementerian/Lembaga sebesar Rp 307 triliun untuk dibelanjakan produk koperasi dan UKM. Namun, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki juga mengatakan penyerapannya hingga kini masih rendah.
"Penyerapannya masih rendah baru sekitar 18-20%," kata Teten dalam diskusi virtual, Selasa (8/9).
Untuk itu, menurut dia, pihaknya bersama LKPP sudah mulai menggelar pelatihan agar UMKM dapat menjual produknya lewat platform digital dan layanan pengadaan sistem elektronik atau LPSE kepada kementerian/lembaga. Adapun belanja konsumsi K/L di bawah Rp 50 juta akan dilakukan melalui platform digital. sedangkan Rp 50 juta sampai Rp 200 juta dilaksanakan lewat LPSE di LKPP.
Selain itu, Teten menjelaskan sudah ada kerja sama dengan Kementerian BUMN agar perusahaan pelat merah dapat membeli produk koperasi dan UKM. "Ini untuk belanja di bawah Rp 14 miliar," ujarnya.