Ekonomi Lesu, Neraca Dagang Agustus Diramal Surplus karena Impor Turun
Neraca perdagangan Indonesia pada Agustus diperkirakan kembali mencatat surplus meski lebih kecil dibandingkan bulan sebelumnya. Surplus kembali terjadi lantara impor yang diprediksi masih akan terkontraksi.
Ekonom Permata Bank Josua Pardede memperkirakan surplus pada bulan lalu mencapai US$ 2,24 miliar, turun dari bulan sebelumnya yakni US$ 3,26 miliar. Surplus disebabkan oleh impor yang kemungkinan masih terkontraksi hingga 32,55% dibanding Agustus 2019.
"Kinerja impor masih tertahan oleh lemahnya investasi dan konsumsi domestik," ujar Josua kepada Katadata.co.id, Selasa (14/9).
Kendati demikian, Josua menilai kinerja ekspor akan membaik meski masih akan terkontraksi 9,9%. Perbaikan ekspor pun turut menopang surplus neraca dagang.
Kinerja ekspor membaik seiring perbaikan aktivitas perekonomian global. Apalagi, aktivitas manufaktur dari mitra dagang utama Indonesia seperti Tiongkok, Jepang dan AS mulai membaik. "Seiring dengan kenaikan PMI ketiganya ke angka 53,1, 45,2, dan 53,1," katanya.
Sementara harga komoditas ekspor juga cenderung meningkat. Ia mencontohkan, harga CPO naik 10,03% pada Agustus dibandingkan bulan sebelumnya. Harga karet bahkan naik mencapai 22,63%.
Ekonom Mirae Asset Sekuritas Anthony Kevin juga memproyeksikan impor pada Agustus terkontraksi hingga 17% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Jika proyeksi itu terwujud, impor akan terkontraksi secara tahunan selama 14 bulan berturut-turut," ujar Anthony dalam risetnya yang diterima Katadata.co.id.
Kontraksi pada impor terutama terjadi pada impor bahan baku yang mewakili 74% total impor Indonesia. Menurut IHS Markit, hal tersebut terjadi karena perusahaan masih memanfaatkan stok bahan baku yang masih ada pada bulan sebelumnya karena permintaan cenderung sedikit.
Para pelaku usaha masih pesimis dengan permintaan produk mereka meskipun kegiatan manufaktur Indonesia mencatat ekspansi pada bulan Agustus. "Peningkatan permintaan terutama didorong oleh pasar domestik, sementara permintaan eksternal tetap lemah," katanya.
Di sisi lain, menurut dia, kinerja ekspor akan tumbuh 4% seiring pemulihan ekonomi global. Namun, kenaikan ekspor tertahan oleh penurunan harga komoditas. Harga minyak WTI dan Brent turun rata-rata tidak kurang dari 20% secara tahunan sepanjang Agustus.
Direktur Riset Center Of Reform on Economics Piter Abdullah Redjalam menjelaskan, ekspor bulan lalu yang diperkirakan meningkat didorong oleh permintaan negara tujuan ekspor seperti Tiongkok dan ASEAN, terutama untuk kendaraan bermotor, pakaian, dan CPO.
Di sisi lain, ia memperkirakan impor akan tumbuh didorong oleh aktivitas manufaktur dalam negeri akibat meningkatnya permintaan domestik yang tergambar dalam data PMI. Kendati demikian, pertumbuhan ekspor akan lebih tinggi dibandingkan impor sehingga neraca dagang pada bulan lalu tetap tercatat surplus.
BPS mencatat neraca perdagangan pada Juli surplus sebesar US$ 3,26 miliar, melonjak dibandingkan bulan sebelumnya US$ 1,27 miliar. Kenaikan surplus neraca perdagangan seiring ekspor yang menanjak dan impor yang turun dibandingkan bulan sebelumnya.