Ancaman Gelombang Baru Pengangguran saat Memasuki Resesi Ekonomi

Agustiyanti
23 September 2020, 18:25
resesi ekonomi, pengangguran, kemiskinan, pandemi corona, kontraksi ekonomi
Manojkumar madhusoodananpillai/123RF
Ilustrasi. Pemerintah memproyeksi ekonomi tahun ini berpotensi terkontraksi hingga 1,7%.

Resesi ekonomi kian pasti melanda Indonesia seiring proyeksi terbaru Menteri Keuangan Sri Mulyani yang lebih pesimistis terhadap kinerja pertumbuhan ekonomi. Sri Mulyani memprediksi ekonomi pada kuartal ketiga akan terkontraksi 1% hingga 2,9%, lebih buruk dari prediksi sebelumnya yakni minus 1,1% hingga positif 0,2%.

Perkembangan kasus Covid-19 masih menjadi faktor utama yang memengaruhi perekonomian. Jumlah kasus Covid-19 pada Rabu (23/9) bertambah 4.465 orang sehingga total kasus kini mencapai 257 ribu.

Advertisement

Pertumbuhan industri manufaktur yang terekam berdasarkan data purchasing manufacturing index  sudah kembali ke level ekspansi. Namun, data lain masih menunjukkan pemulihan ekonomi yang lambat. "Indikator PMI positif, tetapi indikator lain masih rapuh," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (22/9). 

Konsumsi listrik yang mencatatkan kenaikan tajam pada Juni, mulai melandai pada Juli dan Agustus. Pertumbuhan kredit hingga Agustus juga masih rendah, hanya mencapai 1,04%.  

Sementara keyakinan konsumen sudah membaik, tetapi masih di level pesimis. Demikian pula dengan indeks penjualan riil yang sudah menunjukkan perbaikan tetapi masih terkontraksi. Padahal, konsumsi pemerintah pada periode yang sama naik cukup tajam dengan pertumbuhan diperkirakan mencapai 17%. 

"Tetapi pertumbuhan ekonomi ini tidak hanya semata didorong oleh belanja pemerintah, belanja kredit dan belanja masyarakat harus didorong," katanya. 

Potensi Lonjakan Pengangguran

Resesi terjadi jika perekonomian mengalami kontraksi secara tahunan selama dua kuartal berturut-turut. Ekonom Center Of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet menyebut kinerja permintaan barang dan jasa berada di level yang rendah saat resesi ekonomi terjadi. "Banyak pabrik yang mengurangi proses produksinya," kata Yusuf kepada Katadata.co.id, Rabu (23/9).

Di sisi lain, beban produksi seperti listrik atau gaji pegawai mesti tetap berjalan. Pada beberapa kasus, hal ini akhirnya mendorong terjadinya efisiensi, salah satunya melalui pemutusan hubungan kerja. Dengan kontraksi ekonomi yang lebih dalam dari perkiraan awal, Yusuf pun memperkirakan tambahan pengangguran pada tahun ini mencapai 15 juta orang.

Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani menjelaskan banyak pengusaha saat ini yang  hanya memiliki daya tahan dari sisi arus kas hingga Juni. PSBB transisi sebenarnya menjadi kesempatan bagi mereka untuk memperbaiki kembali kondisi keuangan. Namun, Pemda DKI Jakarta ternyata kembali memperkatat PSBB seiring peningkatan jumlah kasus.

"Sekarang cadangan modal kerja mereka sudah semakin tipis. Sedangkan tidak semua pengusaha bisa mendapatkan kredit modal kerja dari bank dalam kondisi seperti ini," ujar Hariyadi, Rabu (23/9).

Meski pemerintah saat ini telah menyiapkan program penjaminan pembiayaan korporasi, ia menduga bank akan tetap berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Perbankan kemungkinan tak akan memberikan kredit pada perusahaan yang tak memiliki prospek dari sisi permintaan. "Padahal saat ini modal kerja lebih banyak dibutuhkan untuk menutup operasional," katanya. 

Di sisi lain, pengusaha juga melihat ketidakpastian yang besar setelah pengetatan kembali PSBB. Sepanjang pemerintah tak mampu mengendalikan pergerakan kasus Covid-19, banyak pengusaha yang memilih untuk mengentikan dulu operasional mereka. "Ini karena amunisi atau modal kerja mereka semakin terbatas padahal belum ada kepastian dari sisi permintaan,"katanya. 

Alhasil, ia memperkirakan 30% tenaga kerja formal hingga akhir tahun ini akan terdampak. Sebagian besar merupakan pegawai perjanjian kerja waktu tertentu atau kontrak yang outus di tengah jalan atau tidak diperpanjang.  

"Fenomenanya kami lihat paling banyak adalah pegawai kontrak yang tidak diperpanjang. Tetapi 30% itu perkiraan secara keseluruhan, termasuk pekerja yang dirumahkan, pensiun dini, dan pemutusan hubungan kerja," katanya. 

Data BPS hingga Februari 2020 mencatat  jumlah tenaga kerja formal mencapai 56,99 juta orang. Dengan perkiraan Hariyadi, ada potensi jumlah pengangguran mencapai lebih dari 16 juta orang hingga akhir tahun ini, meningkat dari posisi Februari sebanyak 6,88 juta orang. 

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement