Perppu Sistem Keuangan, Jalan Pintas Pemerintah sebelum Badai Tiba

Agustiyanti
25 September 2020, 20:05
perppu sektor keuangan, alasan pemerintah menerbitkan perppu keuangan, badai di sektor perbankan, kondisi perbankan
123RF.com/Bakhtiar Zein
Ilustrasi. Pemerintah menyebut ada potensi badai di sektor keuangan akibat pandemi Covid-19.

Pemerintah bersiap menghadapi badai di sektor keuangan yang berpotensi terjadi akibat sektor riil yang terpukul oleh Pandemi Covid-19. Jurus yang disiapkan pemerintah adalah reformasi sistem keuangan yang akan diatur melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.

Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan Covid-19 dan PEN Raden Pardede menjelaskan sebagian utang sektor riil saat ini direstrukturisasi oleh perbankan. Jika kondisi ekonomi belum benar-benar pulih pada tahun depan, sebagian sektor kemungkinan tidak mampu membayar kembali utang mereka. Hal ini dapat menimbulkan lonjakan pada kredit macet perbankan.

Advertisement

"Pengaruh dari sektor riil ke sektor keuangan akan terlihat usai Covid-19. Kalau sektor keuangan jatuh, dampaknya akan lebih repot. Oleh karena itu disiapkan Perppu dari sekarang," ujar Raden dalam video yang diunggah Pusat Informasi Penanganan Covid-19 dan PEN, Kamis (24/9).

Pemerintah tak ingin terlambat mengatasi kemungkinan terburuk akibat krisis Covid-19. Untuk itu, seluruh peraturan untuk memperkuat sistem keuangan pun disiapkan dari sekarang. "Sehingga jika nanti badai memuncak, apakah terjadi pada 2021 atau 2022, kita bisa menangkal badai itu," katanya.

Selama ini, menurut Raden, masih terdapat celah dalam jaring pengaman sistem keuangan. Presiden Joko Widodo pun telah memerintahkan jajarannya untuk menutup celah tersebut agar krisis Pandemi Covid-19 tak merembet ke sistem keuangan. "Bolong-bolong ini kami jahit supaya rapi. Jadi jika ada masalah di bank, bisa masuk ke jaring tidak meluncur ke bawah," jelasnya.

Raden tak menjelaskan celah apa saja yang akan ditutup pemerintah melalui reformasi sistem keuangan. Namun, ia kembali memastikan pemerintah tak akan menganggu independensi BI. Pemerintah juga tak berencana kembali membentuk dewan moneter yang diketuai Menteri Keuangan sebagaimana usulan DPR melalui draf Revisi Undang-undang BI.

"DPR tentu boleh mengusulkan tapi pemerintah tak ada rencana ke arah sana," katanya.

Bank Indonesia
Bank Indonesia (Arief Kamaludin | Katadata)

Beleid yang mengatur reformasi keuangan ini diharapkan rampung sebelum akhir tahun ini. Dengan demikian, Indonesia diharapkan lebih siap jika muncul masalah pada sektor keuangan baik bank maupun nonbank.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya menjelaskan reformasi sistem keuangan diperlukan untuk memperbaiki mekamisme kerja sama antara pemerintah, BI, LPS, dan OJK. Perbaikan tetap diperlukan meski koordinasi kebijakan oleh lembaga anggota KSSK sejauh ini dianggap berhasil menjaga permasalahan sektor keuangan tidak menimbulkan dampak terlalu besar.

Reformasi sistem keuangan juga diarahkan untuk memperkuat peran LPS guna meminimalisasi risiko kegagalan bank. Pemerintah juga akan mengkaji secara teliti kemungkinan untuk mengembalika kewenangan pengawasan bank dari OJK ke BI.  "Pengawasan LPS akan diperkuat, terutama untuk early intervention hingga penempatan dana," katanya.

Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perbanas Avialiani menilai pemerintah memang perlu mengeluarkan Perppu untuk mereformasi sistem keuangan terkait tiga kondisi. Pertama, untuk mempertegas perluasan kewenangan LPS. Pemerintah sebenarnya sudah memperluas kewenangan LPS melalui PP Nomor 33 Tahun 2020.

Dalam PP tersebut, LPS dapat menyelamatkan bank sebelum ditetapkan sebagai bank gagal oleh OJK. Lembaga tersebut antara lain dapat mulai menawarkan bank bermasalah kepada investor hingga menempatkan dana pada bank tersebut.

"PP ini kan di bawah undang-undang, jadi tidak cukup kuat, sehingga perlu Perppu," ujar Aviliani.

Kewenangan LPS untuk menangani bank sebelum benar-benar diteetapkan gagal diperlukan dalam kondisi saat ini. Bank yang masih berada dalam pengawasan intensif berpeluang lebih besar untuk sehat kembali. Selain itu, biaya yang harus dikelurkan untuk menyelamatkan bank tersebut jauh lebih rendah.

"Ketika bank sudah ditetapkan gagal, ada ongkos jika terjadi rush dan kebutuhan penyelamatan LPS juga lebih besar," katanya.

Kondisi kedua, menurut Aviliani, adalah terkait kedudukan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dalam UU PPKSK, menteri keuangan hanya berfungsi sebagai koordinator sehingga menyulitkan proses pengambilan keputusan. Keputusan saat ini hanya diambil oleh presiden.

"Kewenangan KKSK harus diperbaiki diperpu, Menkeu dapat menjadi ketua sehingga bukan hanya koordinasi tapi ada pengambilan keputusan. Jadi semua anggota tetap voting tapi nanti Menkeu memutuskan," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement