Beda Gaya Bank Sentral Dunia "Cetak Uang" untuk Hadapi Krisis Covid-19

Agustiyanti
30 September 2020, 07:00
pembiayaan, pandemi covid-19, cetak utang, burden sharing
123RF.com/Bakhtiar Zein
Ilustrasi. Bank sentral diberbagai penjuru menggelontorkan dana hingga triliunan dolar AS demiki menyelamatkan ekonomi.

Dewan Perwakilan Rakyat meminta Bank Indonesia mencari terobosan baru untuk membantu pembiayaan penanganan pandemi Covid-19. Pembagian beban atau burden sharing antara pemerintah dan BI dalam pembiayaan pandemi Covid-19 dinilai masih memberikan beban besar pada utang pemerintah.

Anggota komisi XI DPR Dolfie OFP meminta Bank Indonesia untuk mempertimbangkan skema lain di luar burden sharing dalam pembiayaan Covid-19. Ia menilai skema burden sharing yang saat ini dijalankan pemerintah dan BI tetap meningkatkan beban utang pemerintah.

Advertisement

"Karena ketidakpastian ini berlanjut apakah 2021 atau 2022. Vaksin memang memberi harapan, tapi kita belum tahu seberapa efektif? Apakah akan terus burden sharing dan bertumpu pada utang," ujarnya.

Ia khawatir porsi pembayaran bunga utang akan terus meningkat hingga mencapai 25% dari total APBN pada 2020. Hingga Agustus 2020, pembayaran bunga utang naik 14% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 196,5 triliun atau mencapai 13% dari total belanja. 

Salah satu opsi yang sempat disebut Dolfie adalah kemungkinan BI mencetak utang seperti yang dilakukan oleh sejumlah negara lain. DPR pun siap menyesuaikan regulasi sesuai kebutuhan.

Banyak bank sentral  yang kini membiayai defisit anggaran pemerintah yang tengah tertekan akibat Pandemi Covid-19. Beberapa bank sentral negara maju bahkan memberikan pinjaman ke pelaku usaha langsung dengan membali surat berharga atau obligasi.

Namun, Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan skema pembiayaan penanganan Covid-19 dari bank sentral selain burden sharing yang telah ditetapkan membutuhkan proses diskusi lebih lanjut.

"Skema lain harus kami kaji. Bagaimana juga bank sentral tidak bisa langsung memberikan pinjaman kepada sektor riil karena bukan bank komersial," ujar Perry, Senin (29/9).

Perry menjelaskan, penyaluran pinjaman langsung oleh bank sentral ke sektor riil akan membuat utang yang dimiliki negara menjadi dua, yakni berada di bawah pemerintah dan BI untuk tujuan yang sama.

Dalam kesepakatan bersama antara BI dan pemerintah, bank sentral akan membiayai penuh belanja untuk manfaat publik, yang terdiri dari belanja kesehatan Rp 87,55 triliun, perlindungan sosial Rp 203,9 triliun, dan sektoral k/l & pemda Rp 106,11 triliun. Pembiayaan dilakukan melalui penerbitan SBN khusus atau private placement. Pada skema ini, pemerintah sama sekali tak menanggung beban bunga.

Bank sentral juga akan membiayai belanja barang nonpublik seperti bantuan UMKM sebesar Rp 123,46 triliun dan pembiayaan korporasi non-UMKM Rp 53,57 triliun. Namun, pembiyaan untuk belanja barang non-publik dilakukan melalui penerbitan SBN dengan mekanisme pasar sesuai kesepakatan sebelumnya pada UU Nomor 2 tahun 2020.

Ekonom Indef Rizal Taufiqurahman menjelaskan, kebijakan pembiayaan oleh bank sentral di luar opsi burden sharing yang telah ditetapkan pemerintah dan BI dapat berisiko pada pasar keuangan. Apalagi jika skema yang dipilih adalah bank sentral mencetak uang sesuai kebutuhan pemerintah.

"Jika BI tidak siap dan mampu menarik uang yang dicetak sebagai suplai di pasar uang, maka risiko permintaan tidak terkendali, nilai uang terdepresiasi, dan berpotensi menimbulkan hiperinflasi," kata Rizal.

Rupiah
Rupiah (Donang Wahyu|KATADATA) 

'Cetak Uang' ala Berbagai Bank Sentral

Kebijakan pembiayaan anggaran pemerintah oleh bank sentral saat ini diterapkan hampir seluruh negara. Beberapa bank sentral negara maju bahkan menggelontorkan pinjaman langsung ke sektor riil dengan membeli obligasi perusahaan.

Bank Sentral AS, The Federal Reserve misalnya, telah meluncurkan program pinjaman untuk mendukung usaha kecil dan menengah sejak Mei lalu. Dikutip dari CNBC, The Fed juga membeli obligasi korporasi yang diperdagangkan di pasar sekunder. Total stimulus yang digelontorkan mencapai triliunan dolar.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement