Krisis Utang Menghantui Negara Miskin, Bagaimana Risikonya ke RI?

Agustiyanti
20 Oktober 2020, 06:43
utang negara miskin, utang Indonesia, utang dari china, kebijakan utang G20
rudall30/123RF
Ilustrasi. Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 sepakat untuk memperpanjang penundaan pembayaran utang untuk negara-negara miskin selama enam bulan lagi atau hingga Juni 2021.

Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional telah memperingkatkan pandemi Covid-19 dapat memicu krisis utang di negara-negara miskin. Kedua lembaga tersebut pun mendesak para kreditor untuk memberikan penundaan hingga pembatalan pembayaran utang. Namun, restrukturisasi dinilai lembaga pemeringkat utang global dapat berdampak negatif bagi akses pasar pembiayaan.

Presiden Bank Dunia David Malpass menjelaskan, negara-negara miskin membutuhkan bantuan permanen untuk mengurangi beban utang dan menarik investasi. Pihaknya pun telah meminta negara-negara G20 untuk memperpanjang keringanan utang kepada negara-negara miskin hingga akhir 2021.

Advertisement

"Yang terpenting, setiap pemerintah negara G20 harus mendorong semua kreditor swasta di bawah yuridiksi mereka untuk berpartisipasi pada program DSSI," kata Malpass dalam Pertemuan Tahunan IMF-World Bank 2020 pada pekan lalu, dikutip dari situs resmi Bank Dunia.

Debt Service Suspension Initiative atau DSSI adalah insiatif yang disepakati negara-negara G20 pada April lalu untuk membantu negara-negara termiskin mengelola dampak pandemi. Melalui inisiatif ini, mereka berkomitmen menangguhkan pembayaran utang bilateral negara-negara miskin hingga akhir 2020.

Dalam pertemuan terakhir, para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 sepakat untuk memperpanjang DSSI selama enam bulan lagi atau hingga Juni 2021. Ini jauh dari harapan banyak pihak yang meminta G20 memberikan tambahan perpannjang utang hingga setahun penuh hingga menghapus sebagian utang. 

Untuk menerima keringanan DSSI, negara-negara yang mengajukan diharuskan membuat kesepakatan dengan IMF. Kesepakatan dapat serupa program reguler atau fasilitas darurat jangka pendek.

Negara-negara itu harus berkomitmen untuk menggunakan segala sumber daya untuk meningkatkan pengeluaran sosial, kesehatan, atau dukungan pada ekonomi. Penerima manfaat juga diminta mengungkapkan seluruh utang sektor publik dan instrumen serupa utang yang dimiliki mereka.

Penundaan pembayaran utang tersebut dapat diperoleh seluruh negara yang tergabung dalam Asosiasi Pembangunan Internasional dan semua negara kurang berkembang yang saat ini masih melakukan pembayaran utang kepada IMF dan Bank Dunia. Totalnya mencapai 73 negara, termasuk Angola.

Mengutip Nikkei, ke-73 negara tersebut berutang US$ 744 miliar kepada Bank Dunia dan investor asing lainnya. Pinjaman resmi pemerintah dari anggota G-20 berjumlah US$ 178 miliar, 63% di antaranya berasal dari Tiongkok. Negara-negara tertentu seperti Republik Kongo dan Djibouti bahkan mencatat 50% hingga 60% dari total utang luar negerinya berasal dari Tiongkok.

Bank Dunia memperkirakan telah terdapat 43 negara yang mendaftar untuk memperoleh penundaan pembayaran utang dengan nilai mencapai US$ 5 miliar atau sekitar Rp 29,4 triliun. Namun, banyak negara yang memiliki utang besar seperti Bangladesh, Kamboja, dan Kenya belum mengajukan permohonan.

Beberapa negara yang mengajukan penundaan utang, seperti Zambia dan Mozambik, menghadapi utang yang setara dengan lebih dari 100% produk domestik bruto mereka. Bank Dunia menganggap 33 dari 73 negara berada dalam kesulitan utang luar negeri atau berisiko tinggi gagal bayar.

Malpass mengkritik keterlibatan Tiongkok yang 'setengah-setengah' dalam DSSI. Beberapa kreditor Tiongkok telah menjadwal ulang pembayaran pokok negara miskin, tetapi utang yang ditangguhkan masih dikenakan bunga sehingga akan menambah negara-negara miskin.

Utang telah membebani sistem kesehatan negara-negara miskin, terutama dalam situasi pandemi Covid-19. Organisasi Amal memperkirakan sebanyak 121 negara berpendapatan menengah bawah menghabiskan anggaran lebih banyak untuk membayar utang luar negeri dibandingkan sistem kesehatan.

Risiko Akses Pasar

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva pekan lalu juga meminta Tiongkok dan kreditor swasta untuk berpartisipasi menghapus utang negara-negara miskin. Kesepakatan mereka adalah kunci keberhasilan restrukturisasi utang. Ia mengeluhkan minimnya partisipasi kreditor swasta dalam program penangguhan pembayaran utang untuk negara-negara miskin. Hanya tiga dari 44 negara yang mendaftar untuk program penundaan utang yang menjangkau kreditor swasta.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement