Dana Pemerintah di Perbankan Buahkan Kredit 4 Kali Lipat Jadi Rp 254 T
Pemerintah telah menempatkan dana Pemulihan Ekonomi Nasional di perbankan sebesar Rp 64,5 triliun per 20 November 2020. Kucuran anggaran tersebut menghasilkan penyaluran kredit hampir empat kali lipat menjadi Rp 254,37 triliun kepada 3,74 juta debitur.
Direktur Jenderal Anggaran Andin Hadiyanto mengatakan penempatan dana dilakukan pada Bank Himbara Rp 47,5 triliun, Bank Pembangunan Daerah Rp 14 triliun, dan Bank Syariah Rp 3 triliun. "Sehingga ini leverage penyaluran kreditnya telah mencapai 3,94 kali," kata Andin dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu (25/11).
Dana pada Bank Himbara ditempatkan pada Bank Mandiri Rp 15 triliun, BRI Rp 15 triliun, BNI Rp 7,5 triliun, dan BTN Rp 10 triliun. Sementara pada BPD ditempatkan pada Bank Jawa Barat, Bank Daerah Khusus Jakarta, Bank Jawa Tengah, Bank BPD Yogyakarta, Bank Jawa Timur, Bank BPD Bali, serta Bank Sulawesi Utara dan Gorontalo Rp 11,2 triliun.
Bank Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat serta Bank Kalimantan Barat juga mendapat Rp 1,5 triliun. Sementara Bank Sumatera Utara dan Bank Jambi Rp 1,3 triliun.
Adapun penyaluran kredit dari penempatan dana itu, terdiri dari Bank Himbara sebesar Rp 218,36 triliun, BPD Rp 30,12 triliun, dan bank syariah Rp 5,89 triliun.
Andin menyebut pertumbuhan penyaluran kredit Bank Himbara secara mingguan naik Rp 11,56 triliun atau 5,6% sejak ada penempatan dana pemerintah. Kemudian Bank BPD naik Rp 2,78 triliun atau 10,2%, dan bank syariah naik Rp 340 miliar atau 6,1%.
"Penyaluran kredit telah mencapai target leverage dua kali dalam kurun waktu lima pekan," ujarnya.
Andin mengklaim penempatan dana pemerintah juga berhasil menstimulasi sisi suplai di berbagai daerah. Dana pemerintah di BPD berhasil mengungkit kredit sektor rumah tangga hingga Rp 8,58 triliun atau 29,6% dari keseluruhan penyaluran.
Ini mencakup kredit kepemilikan rumah tinggal dan apartemen untuk dihuni, kendaraan bermotor, serta peralatan rumah tangga lainnya.
Kredit BPD pada sektor perdagangan besar dan eceran dari penempatan dana pemerintah juga mencapai Rp 5,26 triliun atau 18,1%. Capaian tersebut termasuk ekspor dan impor seperti hasil pertanian, binatang hidup, makanan, minuman, tembakau, tekstil dan pakaian jadi serta barang-barang keperluan rumah tangga.
Di sektor konstruksi, dana pemerintah berhasil mengungkit kredit Rp 4,78 triliun atau 16,5%. Kredit tersebut diberikan kepada debitur usaha penyiapan lahan, konstruksi gedung dan bangunan sipil, instalasi gedung dan bangunan sipil, serta penyelesaian konstruksi gedung.
Sementara untuk sektor bukan lapangan usaha lainnya tercatat Rp 4,05 triliun atau 14%. Lalu industri pengolahan Rp 1,95 triliun atau 6,7% dan sektor perantara keuangan Rp 1,32 triliun atau 4,6%.
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Heru Kristiyana mengatakan masih terdapat beberapa kendala dalam penyaluran dana pemerintah, terutama di BPD. Pada BPD DKI Jakarta, BPD Sumatera Utara, dan BPD Kalimantan Barat, permintaan kredit menurun seiring dengan kegiatan ekonomi yang sepenuhnya pulih.
Selain itu, penyaluran kredit menggunakan dana pemerintah lebih banyak disalurkan dalam bentuk kredit talangan kepada BUMD dan anak cucu BUMN pada BPD DKI. Terdapat pula konsen terkait gap jangka waktu penempatan uang negara yang hanya enam bulan, sedangkan tenor redit di kisaran tiga bulan, terutama pada BPD DKI dan BPD Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
Kendala lainnya yakni bank yang lebih selektif dalam menyalurkan kredit dan terdapat beberapa pipleine penyaluran kredit sindikasi yang masih tertunda realisasinya. "Ini terjadi pada Bank Sumatera Utara," ujar Heru dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu (25/11).
Bank Indonesia mencatat kredit yang disalurkan oleh perbankan terkontraksi 0,4% dari tahun lalu (year on year/yoy) menjadi Rp 5.529,4 triliun pada September 2020.