Risiko Jangka Panjang Pandemi yang Mengancam Perbankan

Agustiyanti
26 November 2020, 07:00
perbankan, LPS, pandemi corona, bank gagal
deniskot/123rf
Ilustrasi. Perbankan menghadapi potensi kenaikan NPL usai restrukturisasi kredit berakhir.

Lembaga Penjamin Simpanan memastikan kondisi perbankan membaik dan menyebut kecil peluang ada bank sistemik yang gagal dalam waktu dekat. Namun, perbankan masih harus menghadapi sejumlah risiko hingga beberapa tahun ke depan akibat Pandemi Covid-19.

Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anung Herlianto menjelaskan sebagian besar indikator utama perbankan menunjukkan kondisi yang aman. Per Oktober 2020, rasio kecukupan permodalan atau CAR perbankan mencapai 23,74%, jauh di atas ambang batas regulator.

Advertisement

Rasio kredit bermasalah atau non performing loan secara gross tercatat 3,15%, naik tipis dibandingkan September sebesar 3,14%. NPL nett bahkan turun dari 1,06% menjadi 1,03%. Namun, indikator rasio loan at risk atau kredit yang berisiko yang meningkat perlu diwaspadai.

"Ini sebagai dampak dari restrukturisasi kredit dan memang merupakan bantalan bagi sektor riil," ujar Anung dalam Ekonomi Outlook 2021: Geliat Industri Perbankan 2021 dalam streaming video, Rabu (25/11).

Rasio loan at risk pada Oktober 2020 mencapai 23,89%, naik dibandingkan bulan sebelumnya 23,53%. Penyaluran kredit juga masih lesu. Hingga Oktober 2020, kredit terkontraksi 0,47% menjadi Rp 5.480 triliun. Realisasi ini memburuk dibandingkan September yang masih tumbuh 0,12% mencapai Rp 5.531 triliun.

"Kredit terkontraksi baik year to date maupun year on year. Bank masih wait and see dan permintaan pun belum tumbuh karena sektor riil masih terdampak," katanya.

Sementara itu, dana pihak ketiga masih tumbuh kencang mencapai 12,12% menjadi Rp 6.620 triliun. Rasio kredit terhadap DPK atau LDR perbankan menurun dari 83,16% pada September menjadi 82,79% pada Oktober. "Ini akan berpengaruh pada profitabilitas perbankan," katanya.

Anung menjelaskan, kondisi perbankan setelah krisis 1997/1998 selama ini teruji mampu bertahan melalui berbagai krisis, seperti pada 2008-2009, mini krisis 2014-2016, hingga perang dagang pada tahun lalu. Krisis-krisis tersebut tak menggoyahkan kinerja aset perbankan yang terus tumbuh sejak 1999. "Tapi tahun ini melandai bahkan cenderung menurun," katanya.

Meski vaksin saat ini sudah ditemukan dan akan mulai didistribusikan, menurut Anung, risiko yang dihadapi perbankan akibat pandemi Covid-19 tak serta merta berakhir. Sektor riil masih harus dipulihkan.

Selain itu, ada risiko dari sebagian nasabah yang kreditnya direstrukturisasi gagal membayar. Bank tetap harus menghitung dengan cemat dan membuat pencadangan.

Berdasarkan data OJK, sebanyak 101 bank telah memberikan restrukturisasi kepada 7,55 juta debitur dengan nilai oustanding kredit mencapai Rp 934,8 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5,85 juta debitur merupakan UMKM dengan oustanding kredit mencapai Rp 371,1 triliun.

"Ini adalah restrukturisasi kredit terbesar sepanjang sejarah. Mudah-mudahan sebagian besar dapat pulih," katanya.

Saat ini, menurut Anung, OJK telah memutuskan untuk memperpanjang program restrukturisasi kredit perbankan hingga Maret 2022. Banyak debitur bagus yang masih membutuhkan waktu untuk memulihkan bisnis.

Dalam perkembanganya, OJK melihat banyak debitur bagus yang masih membutuhkan waktu untuk memulihkan bisnis. Ini menjadi dasar pertimbangan otoritas untuk memperpanjang POJK terkait restrukturisasi kredit hingga Maret 2022.

Ia pun meningatkan industri terkait aspek prudensial. Bank harus dapat mengidentifikasi debitur yang berhak atau tidak mendapatkan perpanjangan restrukturisasi.

Perbankan juga harus membuat pencadangan jika nasabah yang direstrukturisasi menunjukan potensi kegagalan. Selain itu, bank  harus membuat stress test terkait kondisi para nasabahnya.

"Harus dilihat kemampuan perbankan dalam menyerap risiko atau CKPN. Beberapa bank cukup kuat ,tapi ada juga yang rentan," katanya.

Kondisi Bank Sistemik

Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa pada Selasa (24/11) optimistis ketahanan industri perbankan secara keseluruhan terjaga. Ia juga meyakini tak ada bank sistemik yang berpotensi mengalami pemburukan kinerja dan berakhir gagal dalam jangka pendek.

"Pada dasarnya dalam jangka pendek, kami tidak melihat ada kemungkinan bank sistemik gagal. Apalagi data-data perbankan menunjukkan perbaikan," kata Purbaya dalam konferensi pers pengumuman suku bunga penjaminan melalui konferensi video.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement