Resep Menumbuhkan Kredit Bank saat Pandemi Berkepanjangan

Agatha Olivia Victoria
18 Januari 2021, 19:16
ojk, perbankan, kredit, pertumbuhan kredit
123rf.com | seamartini
Ilustrasi. OJK mencatat penyaluran kredit terkontraksi 2,41% pada tahun lalu.
  • Penyaluran kredit pada akhir 2020 terkontraksi 2,41% dibandingkan akhir 2019
  • Perbankan menargetkan kredit tumbuh 6,5% hingga 8,5%.
  • Otoritas Jasa Keuangan akan melonggarkan kebijakan penyaluran kredit properti, kendaraan bermotor, dan kesehatan.

Pandemi Covid-19 memukul penyaluran kredit perbankan pada tahun lalu hingga minus 2,41% dibandingkan 2019. Ini pertama kalinya kredit perbankan turun sejak krisis moneter 1998. OJK mematok pertumbuhan kredit perbankan pada tahun ini  6,5% hingga 8,5%. Sejumlah aturan penyaluran pinjaman akan dilonggarkan demi memacu permintaan. 

"Kami pada tahun ini akan memprioritaskan percepatan program pemulihan ekonomi, bagaimana kami dapat mendukung dari sisi sektor keuangan," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan, akhir pekan lalu. 

Wimboh menjelaskan, penyaluran kredit pada tahun lalu terkontraksi karena banyak perusahaan besar yang belum beroperasi normal akibat Pandemi Covid-19. Akibatnya, tak banyak permintaan modal kerja dari korporasi.

"Pada tahun lalu, bank-bank BUMN dan BPD masih mencatatkan pertumbuhan kredit. Namun, bank swasta dan asing mencatatkan penurunan penyaluran terutama karena kredit korporasi," katanya.

OJK mencatat kredit pada segmen korporasi pada Desember 2020 turun 3,4% dibandingkan akhir 2019 menjadi Rp 2.845,77 triliun. Sementara kredit UMKM, menurut Wimboh, mulai membaik dengan pertumbuhan positif month on month dalam beberapa bulan terakhir tahun lalu.

"Kami harapkan ini hanya sementara. Begitu permintaan pulih dan korporasi beroperasi 100%, perbankan mampu mendukung," kata Wimboh.

Kemampuan perbankan untuk menyalurkan kredit terlihat dari posisi likuiditas yang longgar dan permodalan yang kuat pada akhir tahun lalu. Loan to deposit ratio atau LDR hanya mencapai 82,2%, sedangkan capital to adequate ratio atau CAR berada di atas 23%. "Ekses likuiditas perbankan pada tahun lalu mencapai Rp 2.111 triliun, jauh lebih besar dari tahun sebelumnya Rp 1.251 triliun," katanya.

Perbankan, menurut Wimboh, saat ini juga telah menurunkan suku bunga kredit, terutama pada jenis kredit investasi dan modal kerja. Berdasarkan catatan OJK, rata-rata suku bunga dasar kredit pada November 2020 untuk segmen korporasi telah turun 0,91% dibandingkan akhir 2019 menjadi 8,6%, ritel turun 0,94% menjadi 8,8%, mikro turun 0,61% menjadi 7,2%, dan KPR turun 0,69% menjadi 8,6%.

Kualitas kredit, menurut Wimboh, juga terjaga tercermin dari rasio kredit bermasalah atau NPL bruto yang berada pada level 3,06%. Meski naik dari 2,53% pada akhir 2019, ini masih jauh di bawah ambang batas NPL 5% yang ditetapkan regulator. NPL secara nett pada akhir tahun lalu bahkan turun dari 1,19% pada 2019 menjadi 0,98%.

Wimboh menjelaskan, kualitas kredit yang terjaga antara lain berkat kebijakan restrukturisasi kredit dan stimulus pemerintah. Hingga akhir tahun lalu, kredit yang direstrukturisasi  perbankan telah mencapai Rp 971 triliun.

Memacu Kredit Properti dan Kendaraan

OJK berupaya memacu penyaluran kredit melalui sejumlah pelonggaran kebijakan pada tahun ini. Wimboh menyebut, relaksasi akan dilakukan dengan menurunkan bobot risiko dalam perhitungan aset tertimbang menurun risiko atau ATMR kredit properti dan kredit kendaraan bermotor.

Lembaga supervisi ini juga akan memberikan kelonggaran bobot risiko ATMR dan batas maksimum pemberian kredit atau BMPK untuk kredit di sektor kesehatan. "Kelonggaran ini untuk memberikan ruang bagi sektor kesehatan berkontribusi terhadap penanganan pandemi Covid-19. Detail kebijakan akan kami jelaskan terpisah," kata Wimboh.

Selain itu, Wimboh telah memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit hingga Maret 2020. Insentif pemerintah berupa subsidi bunga dan penjaminan kredit UMKM dan Korporasi dipastikan akan terus berjalan. 

Dengan perpanjangan restrukturisasi kredit, menurut Wimboh, debitur dapat secara berulang mengajukan restrukturisasi kredit sepanjang masih memiliki prospek usaha. Perbankan pun diminta tak membebani debitur dengan biaya  yang berlebihan. “Relaksasi aturan restrukturisasi harus dipandang sebagai kebijakan yang win-win solution dan terukur, sehingga tidak deadlock.” katanya. 

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...