BI Prediksi Ekonomi Dunia Tumbuh 5% Tahun Ini Berkat Vaksin & Stimulus
Bank Indonesia memperkirakan ekonomi global tumbuh 5% pada tahun ini didorong oleh implementasi vaksinasi, pembukaan ekonomi, dan berlanjutnya stimulus kebijakan. Vaksin Covid-19 yang diperkirakan sudah tersedia bagi 68% penduduk dunia pada paruh pertama tahun ini sehingga bakal mendorong mobilitas, keyakinan konsumen, dan keyakinan dunia usaha
BI dalam Laporan Akuntabilitas Tahun 2020 menjelaskan, berbagai indikator dini terus menunjukkan perbaikan ekonomi di berbagai negara. Kenaikan PMI manufaktur dan jasa berlanjut di AS dan Tiongkok. Keyakinan konsumen dan bisnis terus membaik di AS, Tiongkok, dan kawasan Eropa.
Demikian pula dengan tingkat pengangguran mulai menurun secara bertahap di AS, kawasan Eropa, dan Tiongkok seiring dengan kinerja ekonomi yang membaik.
Perbaikan kinerja berbagai indikator tersebut diperkirakan terus meningkat pada 2021. Ketidakpastian pasar keuangan global juga diprediksikan menurun dan mendorong penguatan berbagai mata uang negara berkembang. Prospek ekspor pun semakin membaik sejalan dengan kenaikan permintaan dan harga komoditas global.
Stmulus kebijakan fiskal dan moneter yang diperkirakan terus berlanjut juga akan semakin mendorong pemulihan ekonomi di banyak negara. Pemerintah AS akan melanjutkan stimulus untuk asuransi pengangguran, penundaan sebagian pembayaran pajak, pencegahan penggusuran, dan keringanan pembayaran pinjaman untuk pelajar.
Pemerintah Jepang juga menyiapkan stimulus lanjutan melalui supplementary budget ketiga. Di Tiongkok, stimulus fiskal akan terus berlanjut terutama untuk perbaikan investasi. Sementara itu, suku bunga rendah kemungkinan masih terus berlangsung di negara maju dan berkembang.
Kendati demikian, beberapa faktor seperti perkembangan kasus Covid-19, efektivitas implementasi vaksin, dan tensi perdagangan AS-Tiongkok berpotensi memengaruhi prospek ekonomi tersebut.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, prospek dunia yang membaik akan mendorong pertumbuhan ekonomi domestik pada tahun 2021.
"Setelah 10 bulan berjuang mengatasi dampak pandemi dengan sinergi kuat, ekonomi RI terus menunjukan ketahanan yang kuat, stabilitas terjaga, dan proses pemulihan ekonomi terus berlangsung," kata Perry dalam peluncuran Laporan Akuntabilitas Tahun 2020, Rabu (27/1).
Perkembangan berbagai indikator dini hingga akhir Desember 2020 yang terus meningkat mengonfirmasi perbaikan ekonomi domestik yang berlanjut. Dengan optimisme tersebut, bank sentral meramal pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat pada dalam rentang 4,8-5,8% pada 2021.
Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi global 2021 dari 5,2% pada Oktober 2020 menjadi 5,5% pada Januari 2021. "Ini mencerminkan ekspektasi penguatan yang didukung oleh vaksinasi dan dukungan kebijakan tambahan di beberapa negara besar," tulis IMF dalam World Economic Outlook Update edisi Januari 2021.
Meski begitu, gelombang kedua dan varian baru Covid-19 tetap harus diperhatikan. Dengan demikian, ketidakpastian masih akan sangat tinggi dan prospek pertumbuhan ekonomi akan bervariasi di berbagai negara.
Pemulihan ekonomi yang bervariasi di berbagai negara akan bergantung pada akses intervensi medis, efektivitas dukungan kebijakan, paparan limpahan lintas negara, dan karakteristik struktural memasuki krisis. Tindakan kebijakan harus memastikan dukungan yang efektif sampai pemulihan benar-benar berlangsung.
Kerja sama multilateral yang kuat diperlukan untuk mengendalikan pandemi. Upaya tersebut termasuk memperkuat pendanaan untuk Fasilitas COVAX yang mempercepat akses vaksin untuk semua negara, memastikan distribusi universal vaksin, dan memfasilitasi vaksinasi dengan harga yang terjangkau.
Banyak negara, khususnya negara berpenghasilan rendah dan berkembang memasuki krisis dengan utang tinggi yang akan meningkat lebih lanjut selama pandemi. Untuk itu komunitas global perlu terus bekerja sama memastikan akses yang memadai ke likuiditas internasional untuk negara-negara ini.
Jika utang negara tidak dapat dipertahankan, negara yang memenuhi syarat harus bekerja sama dengan kreditor untuk merestrukturisasi utang mereka di bawah kerangka umum yang disepakati oleh negara-negara G-20.