Sulitnya Pemerintah Berburu Utang di Tengah Gejolak akibat Stimulus AS

Agatha Olivia Victoria
12 Maret 2021, 07:40
surat utang negara, pasar surat utang negara, pandemi corona, kenaikan yield obligasi AS
123RF.com/Sembodo Tioss Halala
Ilustrasi. Pemerintah menargetkan penerbitan SBN pada tahun ini mencapai Rp 1.207,3 triliun.
  • Pasar surat utang negara terpukul kenaikan imbal hasil obligasi AS.
  • Hasil lelang SUN dan sukuk pemerintah dalam tiga pekan terakhir tak sesuai target. 
  • Pemerintah akan menyesuaikan kebijakan penerbitan surat utang dengan kondisi pasar. 

Harapan pemulihan ekonomi Amerika Serikat memukul pasar surat utang negara. Hasil lelang surat berharga negara dan surat berharga syariah negara atau sukuk yang digelar dalam tiga pekan terakhir ini tak sesuai target pemerintah.

Dalam lelang surat berharga syariah negara atau sukuk yang digelar 24 Februari, pemerintah hanya menarik Rp 4,99 triliun dari target indikatif Rp 12 triliun. Bank Indonesia kemudian menyerap Rp 7,05 triliun melalui lelang tambahan yang diadakan pemerintah sehari setelahnya.

Kondisi serupa terjadi pada lelang SUN pekan lalu (3/3) dan sukuk kemarin (9/3). Total penawaran yang dimenangkan dalam hanya Rp 17 triliun dari traget indikatif pemerintah Rp 30 triliun. BI lalu membeli surat utang negara dalam lelang tambahan yang digelar kemarin Rp 28 triliun.

Dalam lelang sukuk pada Selasa (9/3), total penawaran yang dimenangkan pemerintah juga hanya mencapai Rp 4,45 triliun dari target indikatif Rp 12 triliun. BI pun kembali menyerap sukuk pemerintah lewat lelang tambahan Rp 7 triliun.

Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Deni Ridwan mengatakan, investor asing masih wait and see akibat kenaikan yield obligasi AS. Hal ini berdampak pada penawaran surat berharga negara. "Mereka sepertinya memang menunggu pernyataan lebih tegas dari Otoritas AS terkait kenaikan imbal hasil US Treasury Note ini," kata Deni dalam Webinar "Peran Investor Institusi Lokal Dalam Rangka Pendalaman Finansial Instrumen Saham & Surat Berharga", Rabu (10/3).

Deni menjelaskan, The Fed sebenarnya sudah menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga acuannya pada tahun ini. Namun, ia memperkirakan ketidakpastian masih akan berlangsung hingga rapat Bank Sentral AS, The Fed atau Federal Open Market Committee tersebut digelar pada 16-17 Maret 2021.

Yield obligasi AS naik karena harapan pemulihan ekonomi AS berkat percepatan vaksinasi dan paket stimulus tambahan US$ 1,9 triliun, Kenaikan yield obligasi AS, menurut Deni, berdampak besar terhadap imbal hasil SBN. Ia menyebut saat adanya lonjakan yield US Treasury Note 10 tahun ke l 1,6%, imbal hasil SBN RI tenor 10 tahun sempat menyentuh 6,7%. "Ini tidak hanya terjadi di Indonesia tapi di negara emerging market lainnya," ujar dia.

Meski demikian, ia menilai SBN sebenarnya masih menarik di mata investor asing. Namun, lonjakan inflasi di Negeri Paman Sam akibat stimulus fiskal US$ 1,9 triliun membuat asing kembali ke pasar keuangan AS.

Ketertarikan asing pada SBN, menurut Deni, terlihat pada rata-rata penawaran masuk untuk surat utang pada awal tahun ini sudah mencapai Rp 76 triliun dengan total penawaran yang diserap Rp 34 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dibanding rata-rata tahun lalu yang sebesar Rp 75 triliun dengan yang dimenangkan hanya Rp 22 triliun.

Berdasarkan data wolrdgovernmentbonds.com, rata-rata yield obligasi tenor 10 tahun Indonesia mencapai 6,82%, jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara peers. Imbal hasil obligasi Filipina per 10 Maret 2021 hanya 4,21%, Vietnam 2,82%, Malaysia 3,37%, Thailand 1,73%, dan India 6,25%.

Startegi Pemerintah Tarik Utang

Deni menjelaskan, pemerintah akan tetap menerapkan strategi oportunistik tetapi tetap terukur dalam mengejar target pembiayaan tahun ini. Kondisi pasar akan terus dipantau sebagai pertimbangan dalam menyerap penawaran yang masuk saat lelang surat utang.

"Tahun ini akan ada ruang untuk untuk mengurangi tekanan pembiayaan SBN dengan menggunakan SILPA sehingga target penerbitan SBN dapat diturunkan," kata dia.

SiLPA yang akan digunakan tahun ini mencapai Rp 80-100 triliun. Pemanfaatan SiLPA ini juga nantinya akan mengurangi target penerbitan SBN pada tahun ini yang mencapai Rp 1.207,3 triliun.

Potensi penurunan ini, menurut dia, akan terus dievaluasi dengan memperhitungkan realisasi defisit hingga akhir tahun, termasuk untuk menentukan strategi front loading atau back loading. Front loading adalah kebijakan menarik sebagian besar utang di awal tahun. Sebaliknya, back loading adalah kebijakan menarik sebagian besar utang di akhir tahun.

Pemerintah berencana memenuhi 80% hingga 85% target penerbitan SBN dari pasar domestik melalui penerbitan reguler, 12% hingga 15% melalui penerbitan surat utang global, dan 4% hingga 6% melalui SBN ritel.

Halaman:
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...