Hujan Insentif di Tengah Paceklik Penerimaan Pajak

Agatha Olivia Victoria
17 Maret 2021, 11:24
penerimaan pajak, insentif pajak, shortfall pajak
123RF.com/Amnarj Tanongrattana
Ilustrasi. Pemerintah harus mengumpulkan penerimaan pajak tahun ini mencapai Rp 1.229,6 triliun.
  • Berbagai insentif digelontorkan pemerintah untuk mempercepat pemulihan ekonomi. 
  • Penerimaan pajak pada Januari 2021 hanya mencapai 5,57% target dalam APBN 2021. 
  • Penerimaan pajak berpotensi kembali mengalami shortfall.

Satu per satu insentif pajak dikeluarkan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk mempercepat pemulihan ekonomi di Tanah Air.  Terbaru, Sri Mulyani membebaskan  Pajak Pertambahan Nilai atas penjualan rumah dan Pajak Penjualan Barang Mewah untuk mobil baru. Insentif diberikan meski penerimaan negara pada awal tahun ini masih berat. 

Berdasarkan data APBN Kita, penerimaan pajak pada Januari 2021 hanya mencapai Rp 68,5 triliun, turun 15,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Realisasi tersebut baru mencapai 5,57% dari target APBN 2021.

PPh migas anjlok 19,8% menjadi hanya Rp 2,3 triliun dipengaruhi oleh fluktuasi harga komoditas. Pajak nonmigas juga turun 15,2% menjadi Rp 66,1 triliun, terdiri dari PPh nonmigas yang turun 15,8%, pajak pertambahan nilai (PPN) turun 14,9%, pajak bumi dan bangunan anjlok 44,8%, sedangkan pajak lainnya melonjak 40,7%.

Pemerintah harus mengumpulkan penerimaan pajak tahun ini mencapai Rp 1.229,6 triliun. Angka ini naik Rp 159,6 triliun dari realisasi sepanjang tahun lalu Rp 1.070 triliun. Target tersebut tetap harus dicapai di tengah upaya pemerintah menstimulus ekonomi lewat berbagai insentif pajak.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pihaknya kini tengah menggodok aturan pembebasan PPnBM mobil baru dengan kapasitas mesin hingga 2.500 cc."Kami sedang melakukan penyempurnaan untuk yang di atas 1.500 cc mungkin bisa sampai 2.500 cc," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (15/3).

Ia menjelaskan, rencana perluasan insentif ini merupakan arahan Presiden Joko Widodo. Pemerintah kemungkinan memberikan insentif untuk kendaraan di atas 1.500 cc dengan syarat memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) minimal 70%. Sebelumnya, insentif yang dikeluarkan pemerintah baru-baru ini hanya terbatas pada mobil baru dengan kapasitas maksimal 1.500 cc.

Pemberian insentif, menurut dia, akan mengurangi penerimaan negara. Namun, ia yakin insentif ini berdampak positif terhadap industri dan perekonomian domestik.

Pembebasan pajak juga telah diberikan Sri Mulyani terhadap PPN atas penjualan rumah di bawah Rp 2 miliar. Sedangkan untuk rumah dengan harga Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar, diberikan diskon PPN hingga 50%.

Kantor Ekonom Bank Mandiri memperkirakan dampak insentif PPN properti hanya mampu mendorong pertumbuhan KPR sebesar 4,2% jika uang muka yang disyaratkan perbankan 0%. Jika pembayaran uang muka sebesar 10% dan 20%, pertumbuhan KPR akan meningkat masing-masing sebesar 3,2% dan 2,2%.

"Kami melihat insentif PPN properti ini hanya mendorong penjualan rumah yang sudah dibangun dan siap diserahkan secara fisik saja," demikian tertulis dalam riset Kantor Ekonom Bank Mandiri.

Insentif ini hanya akan mendorong penjualan stok rumah yang sudah ada saja. Padahal, stok rumah relatif terbatas. Sementara itu, rumah yang baru dibangun untuk kemudian dijual untuk mendapatkan insentif PPN relatif sedikit.

Selama ini, pengembang biasanya menjual properti secara indent (presales) atau pengembangan akan membangun rumah jika sudah ada kepastian pembeli. Secara rata-rata, pembeli perlu menunggu rumah yang dibelinya siap huni selama 2-4 tahun setelah transaksi.

Bank Mandiri memprediksikan KPR pada 2021 tumbuh sebesar 4,2%-5,6% sebelum ada kebijakan insentif penurunan PPN properti. Adapun dengan pemberlakuan kebijakan insentif PPN properti, pertumbuhan KPR akan naik tipis menjadi 6,4%-7,8%.

Sementara untuk insentif PPnBM mobil baru, Direktur Riset Center Of Reform on Economics Piter Abdullah Redjalan menilai dampaknya tak akan signifikan bila hanya menyasar kelas menengah bawah. Masyarakat kelas menengah ke bawah mengalami penurunan daya beli terbesar di antara kelompok lain karena terkena pemutusan hubungan kerja sehingga kehilangan pendapatan baik pekerja formal maupun informal.

Sebaliknya, golongan kelas menengah atas berkontribusi kepada konsumsi masyarakat sekitar 80%, terbesar dari kelompok lainnya. Piter menyebutkan bahwa jika golongan tersebut bisa dikembalikan tingkat konsumsinya, dampaknya akan sangat besar terhadap pertumbuhan permintaan.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...