Strategi Kemenkeu Mengembalikan Defisit Anggaran di Bawah 3% pada 2023
Pemerintah berkomitmen untuk mengembalikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara di bawah 3% pada 2023. Guna memastikan hal tersebut, Kementerian Keuangan telah menyiapkan empat strategi konsolidasi fiskal jangka menengah.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan, konsolidasi fiskal untuk mencapai defisit APBN kembali di bawah 3% akan dilakukan secara bertahap. Reformasi yang holistik menjadi kunci untuk mengembalikan defisit anggaran sesuai dengan Undang-Undang Keuangan Negara.
"Kami berkomitmen mengembalikan defisit anggaran masimal di bawah 3% pada 2023," ujar Febrio dalam Webinar Indonesia Macroeconomic Update 2021, Kamis (8/4)
Febrio menyebutkan, ada empat strategi yang akan diterapkan pemerintah untuk mencapai konsolidasi fiskal. Pertama, meningkatkan pendapatan negara melalui inovasi. Pemerintah akan terus menggali potensi dan memperluas basis perpajakan, serta menyesuaikan sistem perpajakan dengan struktur perekonomian. Peningkatan pendapatan negara juga akan dilakukan melalui optimalisasi pengelolaan aset dan inovasi layanan, serta penguatan tata kelola dan kebijakan melalui implementasi peraturan pelaksanaan UU Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Kedua, meningkatkan kualitas belanja melalui efisiensi belanja kebutuhan dasar, fokus pada program prioritas, berorientasi pada hasil, serta transformasi subsidi ke bansos. Pemerintah juga akan meningkatkan efektivitas perlindungan sosial melalui akurasi data dan integrasi atau sinergi program, pengontrolan kualitas transfer ke daerah dan dana desa, serta kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) yang lebih masif.
Ketiga, pengelolaan pembiayaan yang inovatif dan berkelanjutan. Pemerintah akan mendorong inovasi pembiayaan, pendalaman pasar, serta penguatan peran lembaga pengelola investasi dan special mission vehicle (SMF). Febrio mengatakan, pemerintah akan menjadikan utang sebagai instrumen countercyclical yang lebih kuat, tetapi tetap dikelola secara prudent, serta mendorong efektivitas pembiayaan investasi.
Keempat, memastikan cadangan fiskal pemerintah handal dan efisien. Pemerintah akan mensinkronkan waktu penerbitan surat berharga negara (SBN) dengan posisi kas dan menjaga batas efisien cadangan fiskal yang aman. Selain itu, Kementerian Keuangan akan mendorong manajemen kas yang fleksibel dan terkoneksi dengan pasar keuangan, serta meminimalisasi dana menganggur sambil menjaga likuiditas untuk menopang kebutuhan prioritas.
Febrio mengatakan, Indonesia selama ini termasuk salah satu negara yang berhasil menjaga defisit fiskalnyagaran . Selama masa Pandemi Covid-19, pemerintah melonggarkan aturan batas maksimal defisit anggaran menjadi boleh di atas 3%. Namun, aturan berlaku hanya hingga 2022.
"Pengelolaan itu menjadi modal besar yang menghasilkan ruang fiskal di tengah pandemi," kata dia.
Pemerintah mencatat defisit APBN pada tahun lalu mencapai 6,09% terhadap PDB. Meski melonjak dibandingkan 2019, angka tersebut lebih rendah dari target 6,37% terhadap PDB. Tahun ini, pemerintah menargetkan defisit APBN sebesar 5,7% terhadap PDB.
Lembaga Pemeringkat Global Fitch Ratings menilai pemerintah Indonesia harus mempercepat konsolidasi fiskal mulai 2022, setelah dampak pandemi mereda. Lembaga ini memperkirakan defisit fiskal akan turun menjadi 5,6% pada 2021 dari 6,1% pada tahun lalu atau sejalan dengan target pemerintah.
"Kami memperkirakan rasio pendapatan akan meningkat secara bertahap menjadi 12,3% dari PDB pada tahun 2021 dan 12,8% pada tahun 2022 seiring dengan pemulihan ekonomi, dari 12,1% pada tahun 2020," kata Fitch dikutip dari siaran pers.
Menurut Fitch, dampak pandemi pada metrik fiskal Indonesia tidak separah kebanyakan negara lain. Pelebaran defisit fiskal pada tahun 2020 lebih kecil dari kenaikan rata-rata negara-negara dengan peringkat utang BBB .
Fitch memperkirakan utang pemerintah akan mencapai puncaknya pada sekitar 42% dari PDB pada tahun 2022, jauh di bawah negara-negara dengan peringkat utang BBB sebesar 57%. "Peringkat Indonesia sejalan dengan prospek pertumbuhan jangka menengah yang baik dan rasio utang pemerintah terhadap PDB yang masih rendah meski meningkat" ujar Fitch.
Namun, Fitch menggarisbawahi ketergantungan utang pemerintah yang masih tinggi terhadap pembiayaan eksternal dan penerimaan negara yang rendah. Selain itu, Indonesia juga tertinggal dibandingkan negara lain pada kategori peringkat BBB dalam perkembangan struktural, seperti indikator tata kelola dan PDB per kapita.