Tertinggi Sejak 2011, Kenaikan Ekspor Maret Ditopang Pelemahan Rupiah
Badan Pusat Statistik mencatat, ekspor Maret 2021 mencapai US$ 18,35 miliar, tertinggi sejak Agustus 2011. Kenaikan ekspor, antara lain ditopang oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Kepala BPS Suhariyanto menuturkan bahwa terjadi pelemahan rupiah terhadap dolar AS pada sepanjang bulan lalu. "Ketika rupiah melemah, harga barang kita menjadi lebih murah dan kompetitif," kata Suhariyanto dalam Konferensi Pers Pengumuman Ekspor dan Impor Maret 2021, Kamis (15/4).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah sepanjang bulan lalu kehilangan 290 poin. Pada penutupan akhir Maret, rupiah bertengger di posisi Rp 14.525 per dolar AS. Bank Indonesia sebelumnya menyebut, pelemahan yang terjadi pada rupiah bulan lalu dipengaruhi oleh kenaikan imbal hasil atau yield surat utang AS dan penguatan mata uang Negeri Paman Sam yang sempat menahan aliran masuk investasi portofolio asing ke pasar keuangan domestik.
Suhariyanto menyebutkan, realisasi ekspor RI pada Maret 2021 melesat 20,31% dari Februari 2021 US$ 15,26 miliar menjadi US$ 18,35 miliar dan 30,47% dibanding US$ 14,07 miliar pada Maret 2020. "Ini karena baik ekspor migas dan nonmigas naik sangat tinggi," ujar dia.
Ekspor nonmigas melonjak 21,21% dari US$ 14,4 miliar pada Februari 2021 dan 30,07% dari US$ 13,41 miliar pada Maret 2020 menjadi US$ 17,45 miliar pada Maret 2021. Sementara, ekspor migas juga naik 5,28% dibanding Februari 2021 US$ 869 juta dan 38,67% dari Maret 2020 yakni US$ 650 juta menjadi US$ 910 juta pada bulan lalu.
Suhariyanto menjelaskan, kenaikan ekspor migas maupun nonmigas juga tak terlepas dari perkembangan harga komoditas global yang melonjak pada Maret 2021. Ia memerinci, harga minyak mentah Indonesia (ICP) naik 5,2% dari US$ 60,36 per barel pada Februari 2021 menjadi US$ 63,5 per barel pada Maret. Harga tersebut melonjak 85,51% jika dibandingkan dengan Maret 2020.
Komoditas lainnya yang mengalami kenaikan harga antara lain, batu bara, minyak kernel, minyak kelapa sawit, tembaga, alumunium, dan timah. Adapun harga batubara naik 9,43% secara bulanan dan 42,2% secara tahunan.
Sebaliknya, Suhariyanto menyebutkan bahwa terdapat komoditas yang harganya menurun seperti nikel yakni 11,7% dibanding Februari 2021 dan emas 4,97% meski harganya naik 7,9% dibanding Maret 2020. "Semua ini diringi peningkatan permintaan dari berbagai negara pula," katanya.
Ekspor Indonesia diprediksi akan meningkat hingga 11% dalam lima tahun ke depan pasca disahkannya Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP). RCEP terdiri atas 10 negara anggota ASEAN serta enam negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan ASEAN, yakni Australia, China, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru.
Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar mengatakan, RCEP akan memberikan sejumlah dampak positif bagi Indonesia selain peningkatan ekspor. Menurut Mahendra, RCEP akan membuat investasi meningkat lebih dari 20%, Produk Domestik Bruto dalam 10 tahun ke depan juga akan meningkat.
Selain itu, 60 juta UMKM akan terkena dampak positif dengan adanya kerja sama perdagangan ini. “RCEP adalah sebuah kendaraan untuk meningkatkan peran dan kontribusi dan keberadaan Indonesia dalam perdagangan serta investasi dunia,” kata Mahendra dalam webinar “Stimulus Covid-19 dan RCEP: Pemacu Pemulihan Ekonomi Indonesia dan Dunia 2021-2022” yang diselenggarakan Universitas Prasetiya Mulya, Ikaprama dan Katadata.co.id, Rabu (20/1).
RCEP memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha nasional dalam mengekspor produk-produk mereka. Lantaran, eksportir Indonesia hanya perlu menggunakan satu macam surat keterangan asal (SKA) untuk bisa mengekspor ke seluruh negara anggota RCEP. Sepanjang memenuhi origin criteria yang diatur dalam RCEP, pengusaha Indonesia cukup mengantongi SKA RCEP untuk mengekspor satu produk ke semua negara RCEP.