Sri Mulyani: Kenaikan Ekspor Maret Jadi Tanda Kuat Pemulihan Ekonomi
Ekspor Indonesia pada Maret 2021 melonjak 30,47% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi US$ 18,35 miliar, tertinggi dalam satu dekade terakhir. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kinerja ekspor yang gemilang ini menunjukkan pemulihan ekonomi yang kuat.
"Kinerja ekspor pada Maret sangat impresif, ini menunjukkan pemulihan ekonomi yang kuat. Pertumbuhannya 30% secara tahunan, ini tinggi dibandingkan kinerja dua tahun terakhir," ujar Sri Mulyani dalam acara Konferensi 500K Eksportir Baru "Memacu Ekspor UKM", Selasa (20/4).
Ia menjelaskan kinerja ekspor Maret 2021 didominasi oleh sektor nonmigas. Dengan demikian, menurut dia, kinerja ekspor yang tumbuh tinggi pada bulan lalu menunjukkan terjadinya peningkatan daya saing produk Indonesia. "Ini menunjukkan perekonomian kita terus meningkat ditopang oleh produk nonmigas yang menembus pasar dunia," katanya.
Sri Mulyani mengatakan, ekspor adalah kegiatan yang menggambarkan daya saing dari suatu negara dan merupakan turunan dari kemampuan, inovasi, produktivitas, dan kualitas sumber daya alam. Pemerintah akan fokus pada perbaikan iklim dan kualitas investasi agar produk Indonesia memiliki daya saing di kancah internasional.
"Namun yang penting adalah peranan dari sektor swasta dan berbagai elemen pendukungnya," ujarnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu pun mengatakan bahwa pencapaian kinerja ekspor merupakan capaian dari eksosistem nasional. Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) memiliki peran penting dalam mengintegrasikan para eksportir dan mendukung para pengusaha lebih siap dalam mengekspor.
"Persiapan pengusaha yang bersedia untuk melakukan ekspor atau peran seperti sekolah ekspor akan memberikan kontribusi penting dalam menyajikan materi bagaimana kegiatan ekspor dapat dilakukan terutama untuk pelaku usaha kecil," katanya.
Cetak 500 Ribu Eksportir
Pemerintah menargetkan mampu mencetak 500 ribu eksportir pada 2030. Oleh karena itu, menurut Sri Mulyani, pemerintah akan tterus memberikan perhatian besar dalam kegiatan ekspor yang diwujudkan melalui UU Cipta Kerja dengan memberikan kemudahan berusaha. Harapannya, eksportir mampu meningkatkan daya saing melalui insentif yang diberikan pemerintah hingga dukungan dalam penyediaan dana ekspor melalui perbankan dan lembaga keuangan.
Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee berpendapat, perbaikan ekspor-impor Indonesia mengindikasikan ekonomi global mulai pulih. “Bukan hanya negara besar, Indonesia juga mulai menunjukkan pemulihan ekonomi,” kata Hans kepada Katadata.co.id, Jumat (16/4).
Kemungkinan besar, sambung dia, ekspor akan semakin meningkat di sisa tahun ini. Pasar AS dan Tiongkok masih terbuka karena kedua negara akan mempercepat pemulihan ekspor.
Untuk tahun ini, Hans memperkirakan, ekspor-impor dapat tumbuh melesat. “Saya pikir pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 4,5% sampai 5% di 2021,” katanya.
Reuters melaporkan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada kuartal pertama tahun ini melompat 18,3% dibandingkan periode yang sama 2020. Angkanya memang di bawah prediksi analisis di 19%, tapi tetap menjadi lonjakan tertinggi sejak pencatatan ekonomi kuartalan negara itu pada 1992.
Pemulihan ekonomi Tiongkok didorong dari kegiatan ekspor manufaktur dan konsumsi domestik. Penjualan retail naik 34,2% secara tahunan di Maret 2021. Kenaikannya merupakan yang tertinggi sejak awal 2021.
Maka dari itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai bahwa Negeri Panda sedang membutuhkan banyak bahan baku dan barang setengah jadi, salah satunya dari Tanah Air. “Ini yang membuat kita mengalami fenomena super siklus komoditas,” ujar Bhima kepada Katadata.co.id.
Badan Pusat Statistik melaporkan, nilai ekspor nonmigas Indonesia sebesar US$ 46,3 miliar pada kuartal I-2021. Dari jumlah tersebut, Tiongkok punya pangsa ekspor paling besar, yakni US$ 9,7 miliar atau setara dengan 21% dari keseluruhan.