Tren Pemulihan Menguat, Ekonomi Kuartal II Bisa Tumbuh Melesat 7,8%

Agatha Olivia Victoria
5 Mei 2021, 17:31
ekonomi kuartal II, pertumbuhan ekonomi, pemulihan ekonomi
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.
Ilustrasi. Ekonomi Indonesia masih terkontraksi 0,74% pada kuartal I 2021.

Pemerintah menilai kinerja ekonomi kuartal pertama tahun ini mengindikasikan tren pemulihan ekonomi yang solid meski masih terkontraksi 0,74%. Ekonomi akan kembali ke zona positif dan tumbuh melesat antara 6,9% hingga 7,8% pada kuartal kedua tahun ini. 

Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Airlangga Hartarto menjelaskan perkiraan pertumbuhan ekonomi kuartal kedua tahun ini cukup tinggi karena basis pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 sangat rendah, yakni minus 5,32%. Ia mencontohkan realisasi PDB kuartal pertama tahun ini tumbuh 5,62% jika dibandingkan dengan kuartal kedua tahun lalu. 

Menurut Airlangga, konsumsi rumah tangga akan pulih dan tumbuh 6,9% hingga 7,9% pada April-Juni 2021. Konsumsi pemerintah juga tetap akan dipacu tumbuh 7,6% hingga 7,9%.  "Konsumsi pemerintah akan terus berperan," ujar Airlangga dalam Konferensi Pers Perkembangan dan Upaya Pemulihan Ekonomi Nasional, Rabu (5/5).

Ia juga menargetkan konsumsi lembaga nonprofit rumah tangga (LNPRT) akan tumbuh 5-5,5%, investasi 6,4-8,3%, ekspor 10,5-12%, dan impor 9,5-14%. Pemerintah pun masih meyakini ekonomi Indonesia sepanjang 2021 mampu mencapai target 4,5-5,3%. 

Berdasarkan bahan paparan Airlangga, terdapat beberapa faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua. Pada komponen konsumsi misanya, faktor alokasi perlindungan sosial program PEN Rp 157,41 triliun, vaksinasi, kebijakan pembatasan perilaku kegiatan masyarakat (PPKM) mikro, serta stimulus properti dan otomotif akan memberikan daya dorong. Namun, terdapat risiko yang dapat membatasi konsumsi rumah tangga, yakni risiko munculnya varian Covid-19 baru dan potensi lambatnya vaksinasi akibat embargo vaksin di India.

Pada komponen investasi,  penerapan UU Cipta Kerja terutama pembentukan Lembaga Pengelola Investasi dan penetapan DPI, tingkat suku bunga yang relatif masih rendah, serta Perpres Nomor 109 tahun 2020 terkait Proyek Strategis Nasional akan memberikan dukungan. Namun, ada risiko potensi penerapan UU Cipta Kerja yang masih membutuhkan waktu dan aliran keluar modal asing yang membayangi kinerja investasi. 

Adapun faktor pendorong pengeluaran pemerintah yakni komitmen Program PEN 2021, pelonggaran defisit fiskal di atas 3%, dan skema burden sharing pemerintah dan Bank Indonesia. Sedangkan penghambatnya, yakni potensi perlambatan realisasi di daerah dan perlambatan realisasi terkait sektor yang belum pulih.

Sementara untuk kinerja ekspor, potensi penguatannya akan berasal dari ekonomi Tiongkok dan Amerika Serikat yang sudah pulih, peningkatan harga komoditas, dan fasilitas percepatan ekspor dalam UU Cipta Kerja. Namun, ada risiko yang membayangi kinerja ekspor yakni ekonomi mitra dagang utama selain AS dan Tiongkok yang belum pulih serta peningkatan harga komoditas internasional yang tidak bertahan lama.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menilai kinerja ekonomi kuartal pertama tahun ini mengindikasikan tren pemulihan yang solid dan optimisme ekonomi setelah pandemi. Tren ini, menurut dia, akan berlanjut pada kuartal kedua jika penambahan kasus Covid-19 dapat terus ditekan.

"Pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional juga harus diperkuat dan semakin terarah untuk mendukung dunia usaha dalam menciptakan lapangan pekerjaan,” kata Febrio dalam keterangan resminya, Rabu (5/5).

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...