Penjualan Mobil Melonjak, Kredit Kendaraan Bermotor Masih Lesu
Penjualan mobil melonjak pada Maret dan April 2021 sebagai imbas dari insentif pembebasan pajak penjualan barang mewah (PPnBM). Namun, kenaikan tersebut tak berbanding lurus dengan pertumbuhan kredit kendaraan bermotor (KKB).
Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Arif Baharudin mengatakan, penjualan mobil pada Maret 2021 naik hampir dua kali lipat jika dibandingkan Maret 2020. Begitu pula pada periode April 2021 yang melesat sembilan kali lipat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun, lonjakan kenaikan penjualan mobil tersebut ternyata tidak berbanding lurus dengan kenaikan KKB. Berdasarkan data BI, penyaluran KKB pada Maret 2021 turun 28,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sedangkan April 2021 turun 27,3%.
"Ini yang juga harus dievaluasi dan dilihat ke depan. Apa permasalahannya?" kata Arif dalam acara Peluncuran Buku Kebijakan Makroprudensial di Indonesia, Jumat (28/5).
Bank Indonesia telah memberikan kebijakan pemberian uang muka 0% untuk KKB. Otoritas Jasa Keuangan juga merelaksasi aset tertimbang menurut risiko (ATMR) menjadi 50% dari sebelumnya 100% untuk KKB.
Arif menjelaskan, berbagai insentif di sektor otomotif diberikan mengingat bidang tersebut memiliki efek berganda dan menyerap tenaga kerja yang cukup besar. "Mulai dari produksi, dealer, leasing, sampai ke bengkel bengkel yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia," katanya.
Otomotif merupakan salah satu sektor yang terdampak cukup keras akibat pandemi. Pada tahun lalu, penjualan dan produksi mobil turun sekitar 50% dibandingkan tahun 2019. Industri ikutannya, seperti spare part hingga leasing turut terdampak.
Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Juda Agung menilai, kebijakan bank dalam menyalurkan kredit masih cukup ketat. Ini tercermin dari Indeks Lending Standard (ILS) kuartal I 2021 yang tercatat di level 4.0 dan masih berada di level 2.8 pada kuartal II. ILS dengan level di atas 4
Berdasarkan jenisnya, ILS yang paling ketat yakni kredit investasi yakni 4.2, disusul kredit modal kerja 4.1, kredit UMKM, dan kredit konsumsi lainnya 0,5. "Jadi dalam memberikan kredit, perbankan masih pilih-pilih. Agunan masih tinggi, suku bunga pun demikian dan persyaratan lain masih tinggi," kata Juda dalam kesempatan yang sama.
Kendati begitu, ia menyebutkan bahwa ILS KPR menjadi satu-satunya yang mulai longgar karena adanya kebijakan pelonggaran rasio loan to value (LTV) dari bank sentral hingga 100%. Namun, baru sebagian bank yang berani memberikan LTV hingga 100% untuk KPR, sementara untuk beberapa pengembang besar baru melonggarkan hingga 95%.
Menurut Juda, perbankan memang tidak diharuskan melonggarkan LTV KPR hingga 100%. Hal tersebut tergantung dengan manajemen risiko masing-masing bank.
Pelonggaran LTV KPR pun, sambung dia, mulai meningkatkan investasi masyarakat di pasar properti. Perkembangan tersebut tercermin dari realisasi penjualan rumah yang kian meningkat dengan pertumbuhan tertinggi pada segmen rumah tipe menengah.