Dirjen Pajak Kaji Rencana Pungut Pajak Uang Kripto
Mata uang kripto berkembang pesat sebagai alat pembayaran dan investasi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Melihat potensi tersebut, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan berencana mengkaji pemajakan mata uang digital tersebut.
"Ini sumber baru yang perlu kami addresing," kata Dirjen Pajak Suryo dalam Forum Diskusi bertajuk Reformasi Sistem Perpajakan, Rabu (16/6).
Menurut dia, kripto memunculkan dinamika baru global yang berpotensi merubah kebijakan perpajakan seluruh dunia. Hal ini hampir sama dengan transaksi digital yang mulai dipungung pajak pertambahan nilai (PPN).
Ia menjelaskan, kelompok negara kaya G-7 baru-baru ini juga memutuskan untuk menerapkan pajak global minimum terhadap perusahaan-perusahaan multinasional, seperti Google, Facebook, Apple, dan Amazon sebesar 15%. Perusahaan multinasional juga harus membayar lebih banyak pajak di negara tempat mereka melakukan penjualan. "Ini juga harus kami address," ujarnya.
Kendati demikian, ia menegaskan bahwa seluruh reformasi perpajakan yang akan dijalankan bertujuan untuk menciptakan situasi lebih baik. Reformasi perpajakan tak hanya diarahka untuk mendukung perbaikan ekonomi, tetapi juga aspek lainnya seperti kesehatan dan sosial.
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat, transaksi aset kripto (cryptocurrency), termasuk bitcoin di Indonesia mencapai Rp 126 triliun per Maret 2021. Bursa Efek Indonesia (BEI) bahkan khawatir, investor saham beralih ke aset ini.
Kepala Bappebti Sidharta Utama mengatakan, jumlah pelanggan aset kripto yang aktif bertransaksi sekitar 4,4 juta. “Pelanggan bernvestasi atau bertransaksi karena melihata harga uang kripto cenderung meningkat dari waktu ke waktu,” kata dia kepada Katadata.co.id, akhir April.
Sidharta menilai, potensi perdagangan aset kripto di Indonesia masih sangat tinggi. Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) bahkan memperkirakan bahwa jumlah investor aset kripto tembus 10 juta akhir tahun ini. Lalu, menjadi 26 juta dalam dua hingga empat tahun ke depan. Sebanyak 40% investor aset kripto didominasi oleh usia 25-34 tahun.
Meski demikian, CEO Indodax Oscar Darmawan menilai, peningkatan transaksi aset kripto di Tanah Air relatif kecil. “Kenaikkan di Indonesia hanya 1% dari total volume transaksi di seluruh dunia. Meningkat, tetapi masih relatif kecil,” katanya.