Usulan RUU KUP, Penyidik Pajak Bisa Sita Aset dan Tangkap Tersangka
Pemerintah berencana menambah kewenangan penyidik pajak melalui Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menambah. Penyidik pajak nantinya memiliki kewenangan untuk menyita aset, menangkap, hingga menahan tersangka.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan, penyidik pajak saat ini tidak memiliki kewenangan untuk menyita, menangkap, maupun menahan tersangka. "Walau dalam kenyataannya kami sering meminta bantuan dari kepolisian untuk melakukan penangkapan atau penahanan terhadap tersangka," kata Suryo dalam Rapat Panitia Kerja KUP bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (5/7).
Menurut dia, tak adanya kewenangan penyitaan aset oleh penyidik pajak menyebabkan tersangka dapat menyembunyikan aset. Tersangka bahkan dapat menghindari pembayaran kerugian pendapatan negara atau recovery rate yang hanya 0,05% dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang diputus pengadilan.
Maka dari itu, Suryo berharap agar penyidik pajak dapat menyita dan/atau memblokir aset tersangka untuk memulihkan KPPN. "Sehingga pada waktu putusan pengadilan dibacakan sudah ada keputusan aset yang bisa digunakan untuk memulihkan kerugian negara atau sanksi yang dijatuhkan pengadilan itu sendiri," ujar dia.
Selain itu, ia menilai penyidik perlu dilengkapi kewenangan untuk menangkap dan menahan tersangka. Dengan begitu, permintaan bantuan dan koordinasi dengan kepolisian semakin mudah.
Penerimaan pajak menjadi salah satu kunci mengembalikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di bawah 3% pada 2023 sesuai janji pemerintah. Pada tahun tersebut, penerimaan perpajakan ditargetkan mencapai Rp 1.626 triliun hingga Rp 1.720 triliun.
Harapan untuk mengerek penerimaan bertumpu pada reformasi administrasi dan kebijakan perpajakan yang akan dijalankan Menteri Keuangan Sri Mulyani mulai tahun depan. Reformasi ini akan dikukuhkan melalui RUU KUP yang sedang dibahas pemerintah bersama dengan DPR.