OJK Pantau 10 Debitur Bank Total Kredit Rp 381 T karena Bisnis Jeblok
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat terdapat sepuluh debitur bank korporasi besar yang sedang dipantau karena bisnisnya terperosok dalam akibat pandemi Covid-19. Kinerja Jeblok ini terindikasi dari menurunnya total kredit debitur korporasi tersebut sejak awal pandemi hingga Juni 2021.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, nilai kredit dari sepuluh debitur korporasi yang disoroti OJK mencapai Rp 381,6 triliun. Nilai ini mengalami penyusutan 15,5% dibandingkan periode yang sama sebelumnya.
"Ini yang akan kami monitor terus secara individu debitur-debitur besar tersebut untuk bisa bangkit kembali." kata Wimboh dalam konferensi pers hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Jumat, (6/8).
Wimboh menyebut, korporasi-korporasi yang tengah dipantau itu menggantungkan bisnisnya pada permintaan domestik dan mobilitas masyarakat. Beberapa di antaranya, terkait dengan sektor pariwisata yang terdampak pengetatan mobilitas.
"Debitur-debitur ini merupakan debitur yang usahanya hotel-hotel berbintang, termasuk maskapai penerbangan dan juga restoran-restoran mewah. Bahkan ada beberapa yang bisnisnya belum beroperasi kembali." kata Wimboh.
Sementara korporasi lainnya yang tidak terpengaruh oleh pembatasan mobilitas masih menarik pinjaman, bahkan di luar skema perbankan. Beberapa di antaranya menerbitkan surat utang di pasar modal cukup besar. Hal ini, menurut Wimboh, berhasil mengerek pembiayaan yang dihimpun pasar modal para periode Juli mencapai nilai Rp 116 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan sebagian dari sepuluh korporasi besar yang dipantau tersebut juga merupakan badan usaha milik negara (BUMN). Ia mengatakan beberapa perusahaan plat merah selama pandemi ini tengah dalam upaya konsolidasi untuk membuat neraca keuangannya menjadi sehat.
Komite Stabilitas Sistem Keuangan, menurut dia, akan terus memantau kesehatan neraca keuangan BUMN agar tidak ikut menimbulkan risiko terhadap sistem keuangan. Hal yang sama juga akan dilakukan terhadap korproasi swasta. Pemantauan dilakukan dengan melihat sektor mana saja yang mengalami pemulihan cepat dan yang pulihnya akan lebih lambat.
"Termasuk yang kita lihat sekarang adalah risiko restrukturisasi, PKPU dan juga terjadinya kenaikan PKPU dan kepailitan, ini salah satu yang kami sedang akukan monitoring secara cukup detil." kata Sri Mulyani saat hadir dalam sesi yang sama dengan Wimboh.
OJK mencatat penyaluran kredit perbankan pada bulan Juni tumbuh positif sekalipun tipis 0,59%. Kenaikan terjadi hampir pada semua komponen, kecuali kredit korporasi yang masih terkontraksi. Ini juga yang kemudian membuat kinerja kredit perbankan periode tersebut tidak naik signifikan sekalipun beberapa komponen menunjukkan pertumbuhan signifikan.
Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) berhasil tumbuh positif 2,35%, kredit sektor ritel tumbuh 1,96%, serta kredit lainnya yaitu konsumsi naik luar biasa 20,31%. Sebaliknya kredit korporasi justru terkontrasi 2,2%.